Selain itu, sebuah studi tahun 2016 dalam jurnal Geophysical Research Letters menemukan bahwa suhu rata-rata di daerah tropis anjlok dari 27 derajat Celsius menjadi 5 derajat Celsius.
Saat sinar matahari yang masuk meredup, fotosintesis berkurang dan dasar rantai makanan di darat dan di lautan runtuh, sehingga menjatuhkan dinosaurus dan banyak hewan lainnya.
Sementara itu, asam sulfat di udara menyebabkan hujan asam mematikan yang turun selama berhari-hari setelah benturan. Hal itu membunuh banyak sekali hewan laut yang hidup di bagian atas lautan, serta di danau dan sungai, menurut studi tahun 2014.
Dampaknya juga memicu tsunami besar, gelombang air dangkal yang menjalar melalui lautan Bumi.
Gelombang awalnya mencapai ketinggian hampir 1,5 km dan melaju dengan kecepatan 143 km/jam. Sementara gelombang lainnya mencapai ketinggian yang sangat tinggi, termasuk hingga 15 m di Samudra Atlantik dan 4 m di Samudra Pasifik Utara, menurut penelitian pemodelan.
Batuan dan abu yang hancur dan mengalir kembali ke permukaan setelah benturan juga memicu serangkaian kebakaran hutan yang hebat.
Asap dan abu tambahan kemungkinan berkontribusi pada pendinginan lapisan penutup, yang selanjutnya mengurangi sinar matahari yang masuk.
Selain peristiwa spektakuler seperti kebakaran hutan dan tsunami, Gulick percaya bahwa masalah yang lebih besar adalah perubahan atmosfer Bumi, di mana selubung mengerikan itu menyebabkan pendinginan yang berlangsung selama lebih dari satu dekade di Bumi.
"Satu-satunya cara untuk membuat kepunahan massal adalah dengan mengacaukan sesuatu yang memengaruhi seluruh planet," kata Gulick. "Di sini Anda memiliki bukti langsung tentang terjadinya hal itu."
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR