Nationalgeographic.co.id—Kawah Chicxulub yang tersembunyi di bawah perairan Teluk Meksiko menandai lokasi tumbukan asteroid yang menghantam Bumi 66 juta tahun lalu.
Peristiwa dahsyat tersebut kemudian menyebabkan kepunahan massal kelima yang memusnahkan sekitar 80% dari semua spesies hewan, termasuk dinosaurus non-unggas.
Lantas, apa yang sebenarnya terjadi ketika asteroid raksasa tersebut bertabrakan dengan bumi? Mari simak penjelasan dari sisi sains berikut!
Para ilmuwan telah menyimpulkan apa yang terjadi pada hari yang mengerikan itu dan tahun-tahun setelahnya dengan mempelajari geologi di Chicxulub dan di seluruh dunia.
Menurut sebuah studi tahun 2020 yang diterbitkan di Nature Communications, asteroid tersebut telah siap untuk penghancuran bahkan sebelum menghantam Bumi.
Asteroid itu berdiameter sekitar 12 kilometer dan melaju dengan kecepatan sekitar 43.000 km/jam, sehingga tak mengherankan jika tabrakan itu menciptakan kawah selebar 200 km di permukaan Bumi, kata Sean Gulick, seorang profesor riset di University of Texas Institute for Geophysics, yang memimpin penelitian tersebut.
Asteroid itu menghantam Bumi sekitar 60 derajat di atas cakrawala. Sudut ini sangat merusak karena memungkinkan dampak dari asteroid untuk melontarkan sejumlah besar debu dan aerosol ke atmosfer.
Gulick merujuk pada bukti di wilayah tersebut untuk mendukung simulasi tabrakan bersudut. Bukti-bukti tersebut termasuk struktur kawah yang asimetris, posisi batuan mantel yang melengkung ke atas (membungkuk ke atas), urutan sedimen unik di inti yang dikumpulkan dari wilayah tersebut dan tidak adanya jenis batuan khusus yang disebut evaporit pada bagian inti, seperti halit dan gipsum.
Melansir Live Science, tim Gulick memperkirakan bahwa dampak tersebut akan menguapkan batuan evaporit, mengirimkan 325 gigaton sulfur dalam bentuk aerosol sulfur, serta 435 gigaton karbon dioksida, ke atmosfer.
Menurut sebuah studi tahun 2014 yang diterbitkan dalam jurnal Nature Geoscience, material yang terlempar ke atmosfer sebagian besar terdiri dari batu yang hancur dan tetesan asam sulfat, yang berasal dari batuan laut kaya sulfat (dikenal sebagai anhidrit) yang menguap selama hantaman asteroid.
Awan material mikroskopis ini menciptakan penutup di sekitar Bumi, mengurangi panas dan cahaya matahari yang masuk, sehingga menyebabkan pendinginan. Pendinginan jangka panjang yang dihasilkan secara drastis kemudian mengubah iklim planet.
Baca Juga: Jangan Lagi Terkecoh dengan 8 Mitos Dinosaurus yang Banyak Dipercaya Orang Ini
Selain itu, sebuah studi tahun 2016 dalam jurnal Geophysical Research Letters menemukan bahwa suhu rata-rata di daerah tropis anjlok dari 27 derajat Celsius menjadi 5 derajat Celsius.
Saat sinar matahari yang masuk meredup, fotosintesis berkurang dan dasar rantai makanan di darat dan di lautan runtuh, sehingga menjatuhkan dinosaurus dan banyak hewan lainnya.
Sementara itu, asam sulfat di udara menyebabkan hujan asam mematikan yang turun selama berhari-hari setelah benturan. Hal itu membunuh banyak sekali hewan laut yang hidup di bagian atas lautan, serta di danau dan sungai, menurut studi tahun 2014.
Dampaknya juga memicu tsunami besar, gelombang air dangkal yang menjalar melalui lautan Bumi.
Gelombang awalnya mencapai ketinggian hampir 1,5 km dan melaju dengan kecepatan 143 km/jam. Sementara gelombang lainnya mencapai ketinggian yang sangat tinggi, termasuk hingga 15 m di Samudra Atlantik dan 4 m di Samudra Pasifik Utara, menurut penelitian pemodelan.
Batuan dan abu yang hancur dan mengalir kembali ke permukaan setelah benturan juga memicu serangkaian kebakaran hutan yang hebat.
Asap dan abu tambahan kemungkinan berkontribusi pada pendinginan lapisan penutup, yang selanjutnya mengurangi sinar matahari yang masuk.
Selain peristiwa spektakuler seperti kebakaran hutan dan tsunami, Gulick percaya bahwa masalah yang lebih besar adalah perubahan atmosfer Bumi, di mana selubung mengerikan itu menyebabkan pendinginan yang berlangsung selama lebih dari satu dekade di Bumi.
"Satu-satunya cara untuk membuat kepunahan massal adalah dengan mengacaukan sesuatu yang memengaruhi seluruh planet," kata Gulick. "Di sini Anda memiliki bukti langsung tentang terjadinya hal itu."
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR