“Bola tersebut cukup lucu dan menarik. Karena tidak hanya membantu membuktikan bahwa itu adalah kotoran hewan,” katanya, “tetapi juga menunjukkan interaksi yang (sebelumnya) tidak kami miliki buktinya.”
Temuan pasangan itu menunjukkan bahwa dinosaurus dan kumbang kotoran hidup berdampingan 75-76 juta tahun yang lalu. Sebelum ini, bukti tertua untuk kumbang kotoran berasal dari 66 juta tahun yang lalu — sekitar waktu sebagian besar dinosaurus punah.
Chin mengatakan bahwa pekerjaan mereka dapat berguna bagi ilmuwan kumbang kotoran modern yang mencoba menetapkan garis keturunan evolusi kumbang. Juga untuk mengetahui bagaimana kecenderungan makan mereka telah berubah.
Apa yang Diceritakan Kotoran Dinosaurus yang Memfosil Tentang Kehidupan Purba?
Selama bertahun-tahun, penemuan baru dan mengejutkan telah membuatnya tetap terlibat dalam pekerjaan itu, kata Chin. Misalnya, pada tahun 2003, ia dan rekan-rekannya menemukan kotoran hewan dari Alberta. Kotoran itu berisi potongan-potongan jaringan otot yang terawetkan dengan sangat baik.
“Pada dasarnya, saya tidak menyangka bahwa kami akan melihat daging yang telah menjadi fosil,” katanya.
Dalam makalah lain, pada tahun 2007 dan 2017, lab Chin menemukan bahwa dinosaurus herbivora besar memakan kayu yang membusuk. Termasuk krustasea yang hidup di dalamnya. Penemuan itu menantang anggapan yang berlaku umum bahwa makhluk besar ini hanya memakan tanaman, karena desain gigi dan rahang mereka.
Chin berhipotesis bahwa dinosaurus mungkin memakan kayu yang dipenuhi krustasea saat mereka bereproduksi. Ia membandingkannya dengan fenomena serupa pada burung. Burung beralih dari biji ke serangga saat mereka bereproduksi untuk mendapatkan protein untuk kuning telur dan cangkang.
Peneliti lain juga memajukan bidang ini, termasuk ilmuwan di Uppsala University. Pada 2017, Martin Qvarnström mengembangkan teknik baru yang melibatkan pencitraan sinar-X untuk menganalisis kotoran dinosaurus. Metode ini menawarkan alternatif non-destruktif untuk teknik Chin, yang mengandalkan pemotongan irisan sampel tipis dan memeriksanya di bawah mikroskop.
Kelompok lain dipimpin oleh ahli geologi Vivi Vajda di Swedish Museum of Natural History. Vajda menerbitkan studi yang menganalisis serbuk sari yang tersebar di dalam sampel kotoran hewan yang ditemukan di Spanyol. Dengan mengidentifikasi serbuk sari dalam kotoran hewan, peneliti dapat memperoleh wawasan tentang pola makan dinosaurus dan vegetasi di sekitarnya pada saat itu. Timnya menemukan butiran yang terawetkan dengan baik dari pakis. Vajda menyebutnya sebagai “buaya tanaman” karena tidak banyak berubah sejak zaman dinosaurus.
Chin mengatakan masih banyak yang bisa dipelajari dari kotoran hewan. Ia paling tertarik pada pertanyaan tentang pola makan dinosaurus, siklus geokimia purba, dan mengidentifikasi jenis dinosaurus yang berasal dari kotoran tersebut. Selain itu, ia juga dapat menentukan apakah kotoran tersebut herbivora atau karnivora.
Menjawab pertanyaan-pertanyaan ini akan sulit, imbuhnya. “Tetapi masih ada penemuan baru yang menarik yang terjadi sepanjang waktu.”
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Source | : | Freethink |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR