Nationalgeographic.co.id—Di tengah pesimisme terhadap penyakit mata yang menyebabkan kebutaan permanen, muncul harapan baru dari laboratorium.
Para ilmuwan baru-baru ini menemukan jenis sel yang belum pernah terlihat sebelumnya di mata manusia, yang berpotensi besar membuka jalan menuju pemulihan penglihatan — terutama bagi penderita penyakit seperti degenerasi makula yang selama ini sulit diobati.
Penemuan ini berasal dari retina, bagian mata yang peka terhadap cahaya dan terletak di bagian belakang bola mata. Retina memegang peran penting dalam proses penglihatan, dan para peneliti menemukan sel baru tersebut dalam sampel jaringan janin yang disumbangkan.
Hal yang menarik, sel yang sama juga berhasil diidentifikasi dalam model retina manusia buatan laboratorium. Ketika model retina tersebut ditransplantasikan ke tikus yang mengalami gangguan penglihatan akibat kondisi serupa degenerasi retina, hasilnya mencengangkan: penglihatan tikus-tikus tersebut berhasil pulih secara signifikan.
Penelitian ini tidak hanya memperdalam pemahaman kita tentang biologi retina, tetapi juga memiliki potensi besar untuk mendorong kemajuan terapi penyakit degenerasi retina (RD). Kajian Hui Liu dan timnya itu berjudul “Identification and characterization of human retinal stem cells capable of retinal regeneration” yang terbit pada 26 Maret di jurnal Science Translational Medicine.
Harapan Baru untuk Penyembuhan Retina Rusak
Retina merupakan bagian penting mata yang bertugas menangkap cahaya dan mengubahnya menjadi sinyal listrik, yang kemudian diteruskan ke otak untuk diterjemahkan menjadi penglihatan. Jika retina mengalami kerusakan, proses ini terganggu dan dapat menyebabkan kebutaan.
Kondisi tersebut merupakan salah satu penyebab utama kehilangan penglihatan di seluruh dunia. Faktor-faktor seperti penuaan, diabetes, dan cedera fisik dapat mempercepat kerusakan retina, yang sering kali berujung pada penyakit mata seperti degenerasi makula dan retinitis pigmentosa.
Dilansir dari laman Live Science, perawatan medis saat ini umumnya hanya mampu memperlambat kerusakan sel retina dan menjaga sel-sel yang masih sehat. Sayangnya, belum ada terapi yang benar-benar mampu memperbaiki retina yang telah rusak atau membalikkan dampak kerusakannya.
Salah satu pendekatan yang menjanjikan adalah penggunaan sel punca — sel yang memiliki kemampuan untuk berkembang menjadi berbagai jenis sel tubuh jika diberi kondisi yang sesuai. Namun, hingga saat ini, para ilmuwan belum berhasil menemukan sel punca yang tepat dalam retina manusia untuk keperluan regeneratif ini.
Dalam studi terbaru, para peneliti menganalisis aktivitas sel dari sampel retina janin di laboratorium. Mereka berhasil mengidentifikasi dua jenis sel punca retina dengan kemampuan regeneratif yang menjanjikan, yaitu sel mirip sel punca retina saraf manusia (human neural retinal stem-like cells atau hNRSCs) dan sel mirip sel punca epitel pigmen retina (retinal pigment epithelium stem-like cells).
Baca Juga: Eksperimen pada Retina Ungkap Warna yang Belum Pernah Terlihat
Kedua jenis sel ini ditemukan di bagian tepi luar retina dan memiliki kemampuan untuk menggandakan diri. Namun, hanya hNRSCs yang terbukti mampu berkembang menjadi berbagai jenis sel retina ketika berada dalam kondisi yang sesuai.
Dalam eksperimen terpisah, para peneliti menciptakan miniatur retina manusia dalam bentuk organoid—model jaringan tiga dimensi yang ditumbuhkan di cawan petri. Organoid ini dirancang untuk meniru kompleksitas retina manusia lebih akurat dibandingkan model hewan.
Analisis lebih lanjut terhadap organoid menunjukkan keberadaan hNRSCs yang serupa dengan yang ditemukan dalam jaringan janin. Tim peneliti juga berhasil mengidentifikasi rangkaian proses molekuler yang mengarahkan perkembangan sel punca menjadi sel retina baru dan mengatur proses perbaikannya.
Ketika sel-sel punca dari organoid tersebut ditransplantasikan ke retina tikus dengan penyakit mirip retinitis pigmentosa, sel-sel ini berubah menjadi jenis sel retina yang dibutuhkan untuk menangkap dan memproses cahaya.
Tikus yang menerima transplantasi menunjukkan peningkatan penglihatan yang signifikan dibandingkan dengan tikus yang tidak menerima perlakuan serupa. Efek positif ini bertahan selama 24 minggu masa pengamatan.
Temuan ini membuka babak baru dalam dunia kedokteran dan terapi penglihatan, memberikan secercah harapan bagi mereka yang selama ini hidup dengan keterbatasan penglihatan akibat kerusakan retina. Meski begitu, diperlukan lebih banyak penelitian untuk memastikan bahwa sel-sel hNRSCs benar-benar aman dan efektif dalam memulihkan penglihatan manusia.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Source | : | Live Science,Science Translational Medicine |
Penulis | : | Lastboy Tahara Sinaga |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR