“Ekor juga menghasilkan sebagian besar tenaga yang dibutuhkan untuk menggerakkan tubuh ke depan. Hal ini dimungkinkan oleh dua otot besar di ekor—yang disebut otot kaudofemoral—yang berfungsi untuk menarik kaki ke belakang setiap kali dinosaurus melangkah.”
Dengan memperhitungkan ayunan alami dari ekor ini, para peneliti membangun model biomekanik yang lebih lengkap dan realistis. Mereka menyimulasikan frekuensi gerakan yang paling “nyaman” untuk ekor T. rex, dan dari sana menghitung kecepatan berjalan optimalnya. Hasilnya? T. rex ternyata berjalan lebih lambat dari yang kita kira sebelumnya.
Menjelajahi Wilayah Baru
Meski begitu, masih ada ketidakpastian dalam kisaran kecepatan ini, karena model simulasi tersebut hanya berfokus pada gerakan ekor secara vertikal (naik-turun).
“Gerakan otot dan gerakan menyamping belum diperhitungkan,” kata John Hutchinson, profesor biomekanika evolusioner dari The Royal Veterinary College di Hertfordshire, Inggris, melalui email kepada Live Science.
“Tak ada ilmuwan waras yang mengira bahwa dinosaurus memiliki ekor yang benar-benar kaku, baik dalam gerakan vertikal maupun horizontal,” ujar Hutchinson, yang tidak terlibat dalam studi terbaru ini. “Tapi topik ini memang sering diabaikan dalam studi tentang cara dinosaurus bergerak. Jadi, studi ini membuka wilayah baru dengan pendekatan yang cerdas dan model yang orisinal.”
Estimasi kecepatan berjalan yang baru ini juga sangat bergantung pada konsep penyimpanan energi elastis, tulis para penulis studi tersebut.
Namun, kapasitas penyimpanan energi dalam ekor T. rex bisa jadi lebih rendah daripada yang diasumsikan dalam model, tambah Hutchinson. Meski demikian, model ekor fleksibel ini “akan sangat berguna untuk diintegrasikan dan dibandingkan dengan pendekatan lain di masa depan,” ujarnya.
Lalu, apa langkah selanjutnya untuk memahami pergerakan T. rex? Menurut van Bijlert, para peneliti kini ingin memasukkan model ekor fleksibel ini ke dalam simulasi lari T. rex.
Selama ini, kecepatan lari maksimum T. rex diperkirakan berada di kisaran 16 hingga 40 kilometer per jam (10–25 mil per jam), menurut Hutchinson. Para peneliti biomekanika sejak lama menduga bahwa batas kecepatan maksimum T. rex ditentukan oleh kekuatan tulangnya, mengingat tubuhnya sangat berat.
Namun, jika ekor T. rex benar-benar fleksibel dan berfungsi seperti peredam kejut saat berlari, hal itu bisa mengurangi tekanan pada tulang dan memungkinkan T. rex untuk berlari lebih cepat tanpa risiko patah tulang, kata van Bijlert.
“Kami juga ingin menerapkan metode ini pada spesies dinosaurus lain,” tambahnya, “karena bisa jadi akan terungkap adaptasi evolusioner yang menarik dalam peran ekor terhadap cara mereka bergerak.”
--
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat! Dapatkan berita dan artikel pilihan tentang sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui WhatsApp Channel di https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News di https://shorturl.at/xtDSd. Jadilah bagian dari komunitas yang selalu haus akan ilmu dan informasi!
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR