Nationalgeographic.co.id—Pada masa awal periode Kapur sekitar 120 juta tahun yang lalu, wilayah yang kini dikenal sebagai Victoria, Australia, berada di dalam Lingkaran Antarktika, sekitar 80 derajat selatan ekuator.
Meskipun mengalami kegelapan selama berbulan-bulan, daerah ini menjadi rumah bagi berbagai spesies dinosaurus yang hidup di hutan beriklim sejuk dengan sungai-sungai yang mengalir di antaranya.
Situs fosil di Australia menyimpan serbuk sari dan spora dari zaman dinosaurus, yang memberikan petunjuk penting tentang vegetasi purba. Melalui sisa-sisa tumbuhan mikroskopis ini, para ilmuwan berhasil merekonstruksi habitat “dinosaurus kutub” yang dahulu menjelajahi hutan beriklim sedang yang dilintasi sungai-sungai dan dipenuhi pakis besar di lantai hutannya.
Berkat penelitian terbaru yang memanfaatkan fosil tumbuhan seperti serbuk sari dan spora itu, para ilmuwan berhasil merekonstruksi secara detail habitat kuno ini.
Rekonstruksi tersebut menunjukkan kemampuan dinosaurus untuk beradaptasi dengan lingkungan yang keras dan bertahan hidup dalam kondisi ekstrem.
Ilustrasi baru menunjukkan bahwa dinosaurus kutub menjelajahi hutan yang didominasi oleh pakis besar dan tumbuhan berbunga awal, memberikan wawasan mendalam tentang ekosistem purba di wilayah kutub selatan yang hangat
Dinosaurus kutub ini mencakup ornithopoda kecil—dinosaurus herbivor dengan paruh dan pipi yang penuh gigi—serta theropoda kecil, yakni dinosaurus pemangsa berkaki dua yang sering kali memiliki bulu.
“Wilayah yang kini menjadi negara bagian Victoria dulunya berada dalam Lingkaran Antarktika, hingga 80 derajat selatan ekuator, dan mengalami kegelapan selama berbulan-bulan,” tulis Vera Korasidis, dosen geosains lingkungan di University of Melbourne dan peneliti di Smithsonian National Museum of Natural History.
Meski diselimuti musim gelap yang panjang, dinosaurus mampu bertahan hidup dan meninggalkan jejak fosil mereka di berbagai situs paleontologi.
Jumlah cahaya matahari yang mencapai Lingkaran Antarktika tidak berubah sejak jutaan tahun lalu, namun iklim pada periode Kapur (145–66 juta tahun lalu) jauh lebih hangat dibanding sekarang—rata-rata 6 hingga 14 derajat Celsius lebih tinggi.
Khususnya pada periode Kapur Awal (140–110 juta tahun lalu), suhu bumi mencapai salah satu titik terhangat dalam 500 juta tahun terakhir, sehingga tidak mungkin ada es di kutub pada saat itu.
Baca Juga: Awal Penemuan Dinosaurus: Kapan Manusia Pertama Kali Menyadarinya?
Selama beberapa dekade, para paleontolog telah meneliti batuan yang mengandung fosil dinosaurus di Victoria, namun kini mereka juga meneliti spora dan serbuk sari mikroskopis yang berasal dari tumbuhan purba yang hidup di dekat kutub selatan.
Dalam studi terbaru ini, Korasidis dan rekannya Barbara Wagstaff, ahli serbuk sari dan spora dari University of Melbourne, menganalisis hampir 300 sampel dari 48 situs sepanjang pesisir Victoria.
Sampel-sampel tersebut, yang berusia antara 130 hingga 110 juta tahun, memberikan wawasan tentang evolusi hutan dan dataran banjir tempat dinosaurus hidup.
Temuan mereka, beserta rekonstruksi visual pertama tentang lanskap kutub pada zaman Kapur Awal, diterbitkan pada 7 Mei di jurnal Alcheringa.
Hasil studi menunjukkan bahwa hutan kuno didominasi oleh konifer di bagian kanopi, sementara lapisan bawah dipenuhi oleh pakis seperti Cyatheaceae (pakis pohon bersisik), Gleicheniaceae (pakis bercabang), dan Schizaeaceae (pakis primitif lainnya).
Sekitar 113 juta tahun lalu, tanaman berbunga mulai muncul dalam jumlah besar, sejalan dengan kemunculan global mereka. “Kemunculan tanaman berbunga di lanskap menyebabkan banyak spesies tanaman bawah hutan punah,” tulis Korasidis.
“Akibatnya, pada sekitar 100 juta tahun lalu, hutan di Victoria memiliki kanopi terbuka yang masih didominasi konifer, namun lapisan bawahnya terdiri dari tanaman berbunga, pakis, lumut hati, lumut tanduk, likofit, dan lumut mirip sphagnum.”
Perubahan vegetasi ini kemungkinan memengaruhi pola makan dinosaurus, di mana pada akhir periode Kapur, banyak spesies yang mulai mengonsumsi tanaman berbunga, menurut laporan dari Smithsonian Magazine.
Dengan rekonstruksi ini, para ilmuwan tak hanya memberi gambaran visual tentang seperti apa lingkungan tempat dinosaurus kutub hidup, tetapi juga membuka jendela baru untuk memahami bagaimana makhluk purba ini mampu bertahan dalam kondisi ekstrem.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, budaya, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR