Verra juga memiliki standar SD-VISta yang mempertimbangkan jasa ekosistem proyek di luar karbon. Saat ini, mereka sedang mengembangkan metodologi baru untuk memperkuat ketahanan pesisir melalui restorasi dan perlindungan lahan basah pasang surut.
Organisasi lain seperti Ocean Risk and Resilience Action Alliance (ORRAA), The Nature Conservancy (TNC), dan Conservation International (CI) juga giat memelopori upaya untuk mengukur dan bahkan memasarkan manfaat ketahanan dan asuransi yang diberikan oleh ekosistem pesisir ini.
Sementara itu, sistem kredit baru bermunculan untuk menyalurkan pendanaan ke hasil keanekaragaman hayati tertentu. Di sisi lain, pengembang proyek semakin banyak menggunakan teknologi baru untuk memantau dan memodelkan area proyek dari jarak jauh.
Meskipun alat-alat ini berguna, ketergantungan pada teknologi tidak boleh sampai menjauhkan atau mengesampingkan partisipasi aktif komunitas lokal dalam proyek karbon biru.
Mengubah Manfaat Non-Karbon Menjadi Nilai Inti
Investor seringkali mencari proyek karbon biru dengan skala geografis yang luas dan menawarkan nilai uang yang tinggi, mengingat biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi persyaratan standar. Kecenderungan ini berisiko membuat komunitas dengan area ekosistem karbon biru yang lebih kecil, meskipun manfaat non-karbon dari ekosistem tersebut sangat berharga bagi mereka, berpotensi terabaikan.
Namun, studi kasus Mikoko Pamoja di Kenya membuktikan hal yang berbeda. Proyek kredit karbon seluas 117 hektar ini menunjukkan bahwa perancangan proyek yang cermat dalam skala kecil bersama masyarakat justru dapat membuka aliran keuangan baru dan membuat upaya konservasi menjadi lebih berkelanjutan.
Di Filipina, upaya reboisasi mangrove menghadapi tantangan karena langkanya area luas yang ideal untuk proyek kredit karbon berskala besar. Oceanus Conservation mengatasi ini dengan menggabungkan restorasi mangrove dengan inisiatif ketahanan pangan di area tambak ikan.
Meskipun mangrove menyediakan mata pencaharian penting, perhatian utama para nelayan di sana, yang sering kali hanya berpenghasilan sekitar AS$3 per hari, adalah akses terhadap sumber makanan yang konsisten.
Di Indonesia, penelitian terbaru mengungkap potensi nilai ekonomi konservasi mangrove untuk produksi perikanan yang luar biasa, mencapai AS$22.861 per hektar per tahun. Ini menunjukkan bahwa konservasi mangrove yang sehat dapat berjalan seiring dengan penyediaan pangan dan jasa ekosistem lainnya.
Fokus semata pada karbon berarti banyak proyek tidak akan layak secara finansial dan tidak akan membuahkan hasil. Namun, memanfaatkan mekanisme karbon untuk mendanai proyek komunitas jangka panjang dapat membuka potensi ratusan lokasi yang lebih layak, terutama jika keuntungan proyek dihitung berdasarkan dampaknya, bukan hanya berdasarkan profit moneter.
Baca Juga: Karbon Biru: Penelitian Ini Tegaskan Potensi Besar Rumput Laut Sebagai Solusi Penyimpanan Karbon
KOMENTAR