Nationalgeographic.co.id—Lebih dari satu dekade lalu, ekosistem pesisir penting seperti hutan mangrove, padang lamun, dan rawa asin mendapatkan julukan baru: "ekosistem karbon biru".
Perubahan ini bukanlah tanpa alasan; ia menyoroti peran krusial ekosistem ini dalam menyerap karbon dioksida, menjadikannya solusi berbasis alam yang efektif untuk memerangi perubahan iklim.
Sejak saat itu, minat terhadap potensi mitigasi iklim dari ekosistem ini melonjak drastis, baik dari pasar karbon yang mencari kredit, maupun dari negara-negara yang berupaya memenuhi target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (NDC) mereka.
Namun, di tengah antusiasme pasar karbon terhadap penyerapan karbon, berbagai jasa ekosistem vital lainnya justru kerap dianggap sekadar "manfaat sampingan" atau bonus tambahan dari proyek karbon.
Ini adalah pandangan yang perlu diperbaiki. Bagi masyarakat adat dan komunitas lokal, penyerapan karbon hanyalah salah satu dari sekian banyak keuntungan. Kelompok-kelompok ini sering kali bergantung langsung pada kekayaan lahan basah pesisir untuk sumber pangan, bahan bakar, dan mata pencaharian sehari-hari mereka.
Proyek Karbon Biru Berkualitas Tinggi
Proyek kredit karbon biru yang benar-benar berkualitas tinggi harus dimulai dengan memahami akar penyebab hilangnya atau rusaknya ekosistem. Kuncinya adalah bekerja bahu-membahu dengan pemangku kepentingan komunitas untuk merancang solusi yang efektif dalam mengurangi atau menghentikan degradasi.
Dengan pendekatan ini, seperti dilansir World Economic Forum, proyek karbon bukan hanya menghasilkan kredit bagi pemerintah dan perusahaan, tetapi juga secara langsung meningkatkan keamanan finansial dan nutrisi bagi masyarakat lokal.
Mengubah "manfaat sampingan" menjadi "manfaat inti" dan mengakui peran integral komunitas dalam proyek karbon ini berarti mengalihkan fokus dari sekadar menghitung karbon menuju tujuan yang benar-benar berpusat pada manusia.
Langkah transformatif ini berpotensi besar untuk menggalang dukungan yang lebih kuat dalam mencapai target global terkait investasi, konservasi, dan restorasi ekosistem pesisir pada tahun 2030.
Diskusi tentang risiko dalam konteks karbon biru seringkali terfokus pada investor. Padahal, sama pentingnya untuk menyadari risiko yang dihadapi oleh komunitas lokal yang terhubung dengan ekosistem ini saat mereka terlibat dalam pengembangan proyek.
Baca Juga: Karbon Biru: Bukan Asia Apalagi Eropa, Pemimpin Ekonomi Biru Datang dari Wilayah Ini
Proyek karbon biru berkualitas wajib menjunjung tinggi prinsip hak asasi manusia, khususnya Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan (Free, Prior, and Informed Consent/FPIC). Ini berarti memastikan FPIC diimplementasikan secara tulus di berbagai komunitas dengan kebutuhan dan tingkat keterlibatan yang beragam dalam ekosistem karbon biru.
Membantu masyarakat benar-benar memahami implikasi dan potensi manfaat dari proyek karbon biru adalah fondasi untuk membangun kepercayaan, inklusivitas, dan pada akhirnya, keberlanjutan proyek jangka panjang.
Memasukkan manfaat non-karbon sebagai "manfaat inti" sejak awal pengembangan proyek akan sangat membantu mengurangi risiko bagi masyarakat. Penting juga untuk menyepakati apa yang menjadi kesepakatan minimum yang adil bagi kelompok-kelompok ini.
Permintaan terhadap proyek dan kredit karbon biru terus melonjak seiring upaya global untuk memenuhi komitmen iklim, namun sayangnya, pasokan kredit berkualitas tinggi yang terverifikasi masih sangat terbatas.
Banyak pemerintah menerima proposal proyek karbon biru dari berbagai pihak – pembeli karbon langsung, pengembang proyek, atau perusahaan teknologi. Namun, proposal-proposal ini seringkali memiliki visi yang bertentangan, terutama dalam hal kepemimpinan proyek dan pembagian manfaat bagi komunitas.
Pemanfaatan kriteria standar adalah cara efektif untuk menilai kualitas proyek. Lebih dari itu, kriteria ini harus dirancang sedemikian rupa untuk mengintegrasikan beragam pertimbangan sosial ekonomi ke dalam proses audit proyek.
Pendekatan ini akan memastikan lahirnya proyek karbon biru yang tidak hanya menghasilkan kredit berkualitas tinggi, tetapi juga menghormati hak dan kebutuhan masyarakat lokal serta mengakui keragaman yang ada di antara mereka.
Berbagai inisiatif seperti High-Quality Blue Carbon Principles and Guidance dan Practitioner’s Guide yang menyertainya telah berupaya menyediakan kerangka kerja kualitas dan perlindungan yang kuat.
Meskipun berfokus pada inisiatif kredit karbon, sumber daya ini secara eksplisit menekankan inklusivitas dan pembagian manfaat yang adil, bahkan menjadikan “Memberdayakan masyarakat” dan “Beroperasi secara lokal dan kontekstual” sebagai dua dari lima prinsip utamanya.
Beberapa standar global juga telah mengakui pentingnya komunitas lokal. Contohnya, Climate, Community and Biodiversity Standards dari Verra mencakup perlindungan pemangku kepentingan, sementara standar Plan Vivo secara spesifik mencantumkan alokasi pendapatan wajib sebesar 60% untuk masyarakat.
Baca Juga: Karbon Biru: Rahasia Besar yang Mungkin Sebaiknya Tidak Kita Ungkap?
Verra juga memiliki standar SD-VISta yang mempertimbangkan jasa ekosistem proyek di luar karbon. Saat ini, mereka sedang mengembangkan metodologi baru untuk memperkuat ketahanan pesisir melalui restorasi dan perlindungan lahan basah pasang surut.
Organisasi lain seperti Ocean Risk and Resilience Action Alliance (ORRAA), The Nature Conservancy (TNC), dan Conservation International (CI) juga giat memelopori upaya untuk mengukur dan bahkan memasarkan manfaat ketahanan dan asuransi yang diberikan oleh ekosistem pesisir ini.
Sementara itu, sistem kredit baru bermunculan untuk menyalurkan pendanaan ke hasil keanekaragaman hayati tertentu. Di sisi lain, pengembang proyek semakin banyak menggunakan teknologi baru untuk memantau dan memodelkan area proyek dari jarak jauh.
Meskipun alat-alat ini berguna, ketergantungan pada teknologi tidak boleh sampai menjauhkan atau mengesampingkan partisipasi aktif komunitas lokal dalam proyek karbon biru.
Mengubah Manfaat Non-Karbon Menjadi Nilai Inti
Investor seringkali mencari proyek karbon biru dengan skala geografis yang luas dan menawarkan nilai uang yang tinggi, mengingat biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi persyaratan standar. Kecenderungan ini berisiko membuat komunitas dengan area ekosistem karbon biru yang lebih kecil, meskipun manfaat non-karbon dari ekosistem tersebut sangat berharga bagi mereka, berpotensi terabaikan.
Namun, studi kasus Mikoko Pamoja di Kenya membuktikan hal yang berbeda. Proyek kredit karbon seluas 117 hektar ini menunjukkan bahwa perancangan proyek yang cermat dalam skala kecil bersama masyarakat justru dapat membuka aliran keuangan baru dan membuat upaya konservasi menjadi lebih berkelanjutan.
Di Filipina, upaya reboisasi mangrove menghadapi tantangan karena langkanya area luas yang ideal untuk proyek kredit karbon berskala besar. Oceanus Conservation mengatasi ini dengan menggabungkan restorasi mangrove dengan inisiatif ketahanan pangan di area tambak ikan.
Meskipun mangrove menyediakan mata pencaharian penting, perhatian utama para nelayan di sana, yang sering kali hanya berpenghasilan sekitar AS$3 per hari, adalah akses terhadap sumber makanan yang konsisten.
Di Indonesia, penelitian terbaru mengungkap potensi nilai ekonomi konservasi mangrove untuk produksi perikanan yang luar biasa, mencapai AS$22.861 per hektar per tahun. Ini menunjukkan bahwa konservasi mangrove yang sehat dapat berjalan seiring dengan penyediaan pangan dan jasa ekosistem lainnya.
Fokus semata pada karbon berarti banyak proyek tidak akan layak secara finansial dan tidak akan membuahkan hasil. Namun, memanfaatkan mekanisme karbon untuk mendanai proyek komunitas jangka panjang dapat membuka potensi ratusan lokasi yang lebih layak, terutama jika keuntungan proyek dihitung berdasarkan dampaknya, bukan hanya berdasarkan profit moneter.
Baca Juga: Karbon Biru: Penelitian Ini Tegaskan Potensi Besar Rumput Laut Sebagai Solusi Penyimpanan Karbon
Melangkah Melampaui Pendanaan Karbon
Sebuah action lab yang baru-baru ini diadakan di Stanford University meneliti bagaimana pemerintah di seluruh dunia mulai mengeksplorasi potensi manfaat pangan biru dan karbon biru di seluruh ekosistem pesisir mereka. Penelitian ini diperkaya oleh riset mendalam yang dipimpin oleh Stanford Center for Ocean Solutions, atas permintaan langsung dari Pemerintah Indonesia.
Temuan dari riset ini menyoroti berbagai peluang signifikan untuk meningkatkan kepemilikan komunitas, pendidikan, pengembangan kapasitas, pengakuan dan inklusi gender, serta transformasi sistem pangan dan mekanisme keuangan di sektor pangan biru dan karbon biru di Indonesia.
Selain itu, meskipun nilai karbon berkualitas tinggi tetap krusial bagi banyak perusahaan, semakin banyak perusahaan lain yang kini berfokus pada investasi mangrove untuk hasil positif yang lebih luas bagi alam, ketahanan pangan, perlindungan garis pantai, dan nilai-nilai non-karbon lainnya.
Banyak dari perusahaan ini berbagi komitmen dan pembelajaran mereka melalui platform seperti 1t.org, Blue Carbon Action Partnership, dan Mangroves Working Group yang terkait.
Pendekatan yang didasarkan pada hak dalam pengembangan proyek karbon biru adalah kunci untuk memastikan keberlanjutan dan keadilan. Pendekatan ini secara proaktif mengintegrasikan penggunaan sumber daya historis, hak-hak masyarakat adat, perspektif lokal, dan kesetaraan gender.
Lebih penting lagi, pendekatan ini mengakui seluruh rangkaian jasa ekosistem yang disediakan oleh lahan basah pesisir sebagai "manfaat inti". Dengan mengadopsi perspektif holistik dan berbasis hak ini, komunitas karbon biru dapat memimpin dan mendorong upaya konservasi yang lebih adil dan berkelanjutan di masa depan.
Pendekatan menyeluruh semacam itu akan memastikan bahwa ekosistem karbon biru dihargai sepenuhnya, bukan hanya karena potensi penyerapan karbonnya, tetapi juga karena kontribusinya yang jauh lebih luas terhadap ketahanan lingkungan global dan kesejahteraan masyarakat yang bergantung padanya.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
KOMENTAR