Nationalgeographic.co.id—Tahun 2025 diwarnai oleh gejolak pasar yang tak henti-hentinya, ketidakpastian politik yang meluas, dan gangguan rantai pasokan yang terus-menerus.
Pergeseran regulasi sering kali memperparah kondisi ini, seperti yang terlihat dari keputusan Uni Eropa menunda implementasi persyaratan pelaporan dalam Corporate Sustainability Reporting Directive (CSRD).
Meskipun bertujuan memberi waktu lebih bagi bisnis untuk bersiap, penundaan ini justru menciptakan ambiguitas baru, mempersulit perencanaan dan alokasi sumber daya bagi perusahaan yang terlibat dengan pasar UE.
Di sisi lain, adopsi standar International Sustainability Standards Board (ISSB) yang semakin luas di lebih dari 20 negara mengisyaratkan tren global yang jelas: pelaporan keberlanjutan bergerak menuju standardisasi dan menjadi elemen krusial untuk kesuksesan bisnis.
Dari Kepatuhan Menuju Keunggulan Kompetitif
Di tengah kompleksitas ini, seperti dilansir laman World Economic Forum, terbentang peluang emas untuk mengangkat data keberlanjutan ke tingkat strategis yang sejajar dengan data keuangan.
Informasi keberlanjutan bukan lagi sekadar kewajiban, melainkan aset vital yang meningkatkan kelincahan, memberikan keunggulan kompetitif, dan membangun kepercayaan pemangku kepentingan.
Organisasi yang mengintegrasikan keberlanjutan ke dalam sistem manajemen data inti mereka akan lebih siap menghadapi gangguan dan muncul sebagai entitas yang lebih tangguh. Pergeseran ini tercermin dalam temuan Workiva's 2025 Executive Benchmark on Integrated Reporting, sebuah survei terhadap 1.600 pemimpin global.
Laporan tersebut mengungkapkan bahwa 85% eksekutif berencana untuk melanjutkan pengungkapan keberlanjutan terlepas dari perubahan regulasi, dan 97% setuju bahwa pelaporan keberlanjutan yang kuat menawarkan keunggulan kompetitif.
Angka-angka ini menegaskan kebenaran yang lebih dalam: metrik keuangan saja tidak lagi cukup untuk mendefinisikan kesuksesan perusahaan. Pemangku kepentingan menuntut akuntabilitas dan transparansi yang lebih besar.
Oleh karena itu, pengumpulan data keberlanjutan telah bertransformasi dari sekadar kepatuhan menjadi sebuah keharusan strategis. Perusahaan kini harus mengubah cara mereka menciptakan nilai dan mengelola risiko, memperlakukan data keberlanjutan dengan urgensi dan ketelitian yang sama seperti data keuangan.
Baca Juga: Mengapa ‘Sustainability’ Menjadi Kata Kunci Penting di Industri Kopi saat Ini?
KOMENTAR