Nationalgeographic.co.id—Banyak burung melakukan migrasi setiap tahun, beberapa di antaranya bahkan melintasi benua. Burung melakukan migrasi biasanya untuk mencari makanan, tempat berkembang biak yang lebih baik, atau menghindari cuaca buruk.
Lantas, muncul pertanyaan tentang saat burung memulai perjalanan panjang mereka, bagaimana mereka tahu ke mana mereka akan pergi?
Burung memiliki beragam indra yang mereka gunakan untuk mengorientasikan diri. "Kita tahu bahwa burung menggunakan berbagai isyarat untuk menjaga arah migrasinya," kata Miriam Liedvogel, direktur Institut Penelitian Unggas di Jerman, kepada Live Science.
Penglihatan dan penciuman adalah dua petunjuk dasar yang digunakan burung untuk menemukan jalan mereka. Jika burung telah bermigrasi sekali, mereka mungkin akan mengingat tempat-tempat yang sudah dikenal, seperti sungai dan pegunungan.
Di sisi lain, burung yang bermigrasi melintasi lautan memiliki lebih sedikit penanda atau ciri khas di sekitarnya untuk dijadikan panduan arah. Dalam keadaan ini, mereka mungkin lebih mengandalkan indra penciuman mereka.
Satu penelitian menemukan bahwa ketika peneliti menutup saluran hidung burung laut yang disebut burung puffin Scopoli (Calonectris diomedea), burung tersebut masih bisa terbang di atas daratan, tetapi menjadi bingung atau kehilangan arah saat terbang di atas lautan.
Burung juga dapat menggunakan matahari atau bintang sebagai pemandu. Untuk melakukan hal ini, burung yang terbang di siang hari menggunakan "kompas matahari."
Ini berarti mereka menggabungkan posisi matahari di langit yang mereka lihat dengan persepsi waktu internal mereka berdasarkan ritme sirkadian (jam biologis alami tubuh). Dengan menggabungkan kedua informasi tersebut, burung bisa menentukan arah terbangnya—seperti jam matahari hidup.
Penelitian menunjukkan bahwa ketika ritme sirkadian burung terganggu oleh cahaya buatan, mereka tidak bisa menavigasi dengan akurat. Ini membuktikan betapa pentingnya kompas matahari bagi kemampuan navigasi burung.
Namun, sebagian besar burung sebenarnya bermigrasi pada malam hari, yang berarti posisi matahari tidak begitu berguna bagi mereka.
Untuk itu, burung mengandalkan posisi dan rotasi bintang untuk menemukan jalan mereka. Mereka menggunakan kompas bintang ini dengan mempelajari posisi bintang-bintang di sekitar kutub langit, yang kurang lebih ditandai oleh Polaris (Bintang Utara)—bintang yang sama yang telah digunakan manusia untuk navigasi selama ribuan tahun.
Baca Juga: Inilah Burung Predator Mematikan yang Gemar Memburu Bayi Dinosaurus
Kemampuan magnetoresepsi pada burung
Saat burung tidak dapat melihat matahari, bintang, atau tanda-tanda lainnya karena suatu kondisi misalnya langit mendung, saat itulah burung menggunakan kemampuan indra yang lebih hebat.
Burung tetap bisa menemukan arah meskipun tanpa bantuan matahari atau bintang, sebagian berkat kemampuan yang disebut magnetoresepsi (magnetoreception). Kemampuan ini memungkinkan burung merasakan medan magnet Bumi, yang dihasilkan oleh pergerakan logam cair di inti planet Bumi.
Meskipun terdengar seperti fiksi ilmiah, penelitian menunjukkan bahwa mengganggu medan magnet memang berdampak besar pada burung. Misalnya, satu studi menemukan bahwa mengubah medan magnet di sekitar burung merpati mengacaukan kemampuan mereka untuk kembali ke rumah.
Meskipun sudah jelas bahwa burung memiliki kemampuan magnetoresepsi (merasakan medan magnet), cara kerja pastinya masih belum sepenuhnya dipahami. Peter Hore, profesor kimia dari Oxford University, mengatakan bahwa burung kemungkinan besar menggunakan semacam reaksi kimia yang hasilnya dipengaruhi oleh kekuatan dan arah medan magnet Bumi.
Ada beberapa teori yang mungkin menjelaskan bagaimana reaksi ini terjadi, namun menurut Hore, kandidat terkuat adalah molekul bernama kriptokrom, yang terdapat di retina burung.
Peneliti telah mengonfirmasi di laboratorium bahwa kriptokrom yang diisolasi memang bereaksi terhadap medan magnet, dan reaksi ini membutuhkan cahaya biru—yang juga terbukti penting dalam kemampuan burung merasakan medan magnet.
Meski begitu, para ilmuwan masih belum sepenuhnya yakin bagaimana kriptokrom bisa cukup sensitif untuk mendeteksi perubahan kecil pada medan magnet Bumi.
Beberapa penelitian juga menunjukkan adanya mekanisme magnetoresepsi di dalam paruh burung. Studi menemukan adanya reseptor di bagian atas paruh yang berinteraksi dengan magnetite, yaitu mineral berbasis besi. Reseptor ini terhubung ke otak melalui jalur saraf penting, yang menunjukkan bahwa ini bisa menjadi cara lain bagi burung untuk mengukur kekuatan medan magnet Bumi.
Selain magnetoresepsi, burung juga bisa mendapatkan informasi arah dengan mendeteksi cahaya terpolarisasi—yaitu cahaya yang gelombangnya bergetar dalam bidang tertentu yang sejajar.
Sinar matahari menjadi terpolarisasi dengan cara yang dapat diprediksi ketika menyebar melalui atmosfer Bumi. Dengan sel khusus di retina mereka, burung bisa mengenali pola cahaya ini, yang memberi petunjuk tentang posisi matahari di langit, bahkan saat langit mendung.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, budaya, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR