Kepolisian Resor Halmahera Utara menangkap penampung sekaligus pemburu burung paruh bengkok di Kao Barat, Halmahera Utara, pada Selasa (8/5) lalu.
Penangkapan dilakukan di rumah tersangka yang berinisial YD. Dalam operasi tersebut, petugas kepolisian berhasil mengamankan barang bukti sebanyak 33 ekor burung paruh bengkok, yang terdiri dari: 17 ekor nuri bayan (Eclectus roratus), 14 ekor kakatua putih (Cacatua alba), dan 2 ekor kasturi ternate (Lorius garrulus).
Dari ketiga spesies burung paruh bengkok tersebut, terdapat satu burung yang dilindungi yaitu nuri bayan dengan nama latin Lorius roratus. Sedangkan, kakatua putih (Cacatua alba) dan kasturi ternate (Lorius garrulus) merupakan spesies yang banyak diperdagangkan.
Baca juga: Ilmuwan Temukan 100 Spesies Bawah Laut Terbaru di Sekitar Bermuda
“Penangkapan ini merupakan salah satu cara untuk mengungkap sindikat perdagangan satwa liar. Dengan bantuan dari masyarakat kami akan terus menyelidiki dan mengembangkan kasus mengenai perdagangan satwa untuk menjaga ekosistem di Halmahera,” kata Kaur Bin Ops, Ipda Aktuin Moniharapon.
Sebelumnya, pada tanggal 19 Maret 2018, diketahui bahwa pelaku telah menjual 19 ekor burung paruh bengkok yang terdiri dari 13 ekor nuri bayan (Eclectus roratus) dan 6 ekor kakatua putih (Cacatua alba).
Burung-burung tersebut merupakan pesanan penampung lain yang berasal dari Kecamatan Tobelo, Halmahera Utara dan akan dikirim ke Surabaya menggunakan kapal laut melalui Pelabuhan Tobelo.
Menurut pengakuan YD, dalam satu minggu, ia mampu mendapatkan sekitar 60 ekor burung paruh bengkok. Jenis burung yang menjadi target antara lain: nuri bayan (Eclectus roratus), kakatua putih (Cacatua alba), kasturi ternate (Lorius garrulus).
Sedangkan untuk jenis kakatua jambul kuning (Cacatua sulphurea), menurut pelaku lebih sulit diperoleh dibanding jenis nuri bayan, kakatua putih, dan kasturi ternate.
Selain menjadi pemburu, pelaku juga merupakan penampung burung paruh bengkok dari pemburu lain yang ada di Halmahera Utara.
Tersangka akan diproses dan dikenakan pasal tindak pidana memperdagangkan, membawa satwa dilindungi pasal 40 (2) jo pasal 21 (2) huruf a Undang-Undang Nomor 5/ 1990 tentang Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan hukuman pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Baca juga: Hewan Laut Misterius Terdampar, Warga Filipina Anggap Pertanda Buruk
Selain itu, YD juga melanggar pasal 78 (12) jo pasal 50 (3) huruf m Undang-undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, dengan ancaman pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Kapolres Halmahera Utara, AKBP Irvan Indarta, SIK, MH menegaskan: “Burung-burung endemik Pulau Halmahera harus dijaga di habitatnya agar tidak punah. Perburuan besar-besaran burung-burung ini yang akan dijual keluar pulau atau keluar negeri, justru akan mengganggu ekosistem di Pulau Halmahera.”
“Jangan sampai di masa mendatang anak cucu kita disini hanya tahu burung kakatua putih, nuri bayan, dan jenis burung nuri yang merupakan burung endemik Pulau Halmahera hanya dari sebatas cerita, gambar atau foto di internet, karena burung-burung itu sudah punah,” pungkasnya.
Source | : | Siaran Pers Polres Halmahera Utara |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR