Nationalgeographic.co.id – Saat ini, kembang api menjadi simbol perayaan hampir di seluruh dunia. Pada penutupan Asian Games 2018, Minggu (2/9) kemarin pun, kembang api menjadi salah satu ‘atraksi’ yang menambah keceriaan. Keindahan warna-warni kembang api menghiasi langit Stadion Gelora Bung Karno, Senayan, yang menjadi tempat berlangsungnya acara.
Dilihat dari zaman Tiongkok kuno hingga Dunia Baru, kembang api telah berkembang secara signifikan.
Kembang api pertama – berupa petasan mesiu – sangat sederhana dan hanya mengeluarkan suara ‘pop’. Namun versi modernnya kini, dapat membuat berbagai bentuk, suara, dan warna.
Awal mula kembang api
Banyak sejarawan berpikir bahwa kembang api diciptakan di Tiongkok. Menurut American Pyrotechnics Safety and Education Foundation, sekitar A.D 800, ahli kimia di Tiongkok mencampurkan kalium nitrat, sulfur, arang, dan berhasil membuat mesiu mentah.
Itu bukan tujuan awal mereka. Para ahli kimia tersebut sebenarnya sedang berusaha menciptakan resep kehidupan abadi. Orang-orang Tiongkok percaya bahwa ledakan bisa mengusir roh jahat.
Meski gagal dari tujuan utama, namun apa yang mereka ciptakan mampu mengubah dunia saat ini.
Baca juga: Kisah Putri Diana dan Paparazi yang Tak Pernah Berhenti Mengejarnya
Untuk menciptakan kembang api pertama di dunia ini, mereka membungkus mesiu ke dalam tunas bambu lalu melemparkannya ke dalam api sehingga menimbulkan ledakan kencang.
Setelah itu, kembang api berevolusi. Tunas bambu digantikan dengan tabung dari kertas. Namun, kali ini mereka tidak langsung melemparkan tabung ke dalam api, melainkan menggunakan kertas tisu sebagai sumbu.
Pada abad ke-10, orang-orang Tiongkok mulai menyadari bahwa mereka dapat membuat bom dari mesiu. Mereka pun terbiasa melekatkan petasan ke panah sebelum menembak musuh.
Dua ratus tahun berikutnya, kembang api dikembangkan menyerupai roket: ia dapat dilepaskan ke area lawan tanpa menggunakan bantuan panah. Teknologi ini masih digunakan sampai sekarang – terutama saat acara pertunjukkan kembang api.
Simbol perayaan
Pada 1295, Marco Polo membawa kembang api dari Tiongkok ke Eropa. Kemudian, sekitar abad ke-13, bubuk mesiu dan resep untuk menciptakannya pun tersebar di sana – juga Semenanjung Arab -- melalui para diplomat, penjelajah dan misionaris Prancis.
Dari sana lah, Barat mulai mengembangkan mesiu menjadi senjata yang lebih kuat seperti meriam dan senapan.
Meski begitu, orang-orang Barat tetap mempertahankan ide orisinal kembang api dan menggunakannya saat perayaan. Di abad pertengahan, para pelawak bahkan menyalakan kembang api untuk menghibur para penontonnya.
Kembang api sebagai bagian dari hiburan juga disetujui oleh pemimpin-pemimpin Inggris. Kembang api pertama di Kerajaan Inggris dinyalakan untuk merayakan pesta pernikahan Henry VII pada 1486.
Tidak mau kalah, Peter the Great yang merupakan Tsar Russia, menyelenggarakan pertunjukkan kembang api selama lima jam saat kelahiran putranya.
Saat orang-orang Eropa akhirnya berkelana ke Dunia Baru (Benua Amerika), resep kembang api mereka pun ikut terbawa ke sana. Menurut History.com, Kapten John Smith adalah orang yang pertama kali menyalakan kembang api di Jamestown, Virginia, pada 1608.
Meski begitu, tradisi pesta kembang api di Amerika, baru mulai dilaksanakan pada 4 Juli 1776, untuk merayakan Deklarasi Kemerdekaan.
Hingga kini, setiap peringatan Hari Kemerdekaan AS (Fourth of July), selalu dimeriahkan dengan pertunjukkan kembang api.
Kembang api warna-warni
Selama Renaisans, sekolah-sekolah piroteknik (teknik pembuatan kembang api dan petasan) bermunculan di Eropa. Murid-murid di sana diajarkan untuk menciptakan ledakan yang rumit.
Di Italia, kembang api sangat populer. Pada 1830-an, orang-orang di negara tersebut, menambahkan sejumlah kecil logam dan bahan lainnya untuk meningkatkan kecerahan cahaya dan menciptakan berbagai bentuk pada ledakan kembang api.
Baca juga: Kekalahan Napoleon di Perang Terakhirnya Disebabkan Erupsi Tambora?
Mereka juga bisa menambahkan warna pada kembang api. Kala itu, semua letupan kembang api berwarna oranye.
Namun, warga Italia tak puas dengan hal tersebut. Mereka kemudian mulai menggabungkan beragam senyawa – menciptakan warna kembang api yang mirip dengan saat ini.
Mereka menggunakan strontium untuk memunculkan warna merah, barium untuk hijau, tembaga untuk biru, dan sodium buat kuning.
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR