Monica, seorang teman dan pekerja sosial di komunitas pegulat wanita, adalah yang memperkenalkan Dörr dengan anggota Flying Cholitas.
“Mereka sebenarnya tidak peduli kepada jurnalis dan majalah terkenal. Beberapa dari mereka tak tertarik menghabiskan waktu dengan fotografer yang karyanya tidak akan pernah mereka lihat dan baca,” ungkap Dörr.
Sikap mereka terhadap media ini mungkin didorong fakta bahwa Cholitas memiliki masalah yang lebih pelik dibanding menjadi terkenal. Selama berabad-abad, perempuan-perempuan ini pun harus berjuang di luar arena untuk melindungi kesejahteraan sesamanya.
Kebanyakan pegulat Cholitas merupakan Aymara, orang-orang asli yang menempati dataran tinggi Amerika Selatan. Komunitas ini telah menghadapi penindasan dan eksploitasi etnis sejak penjajahan Spanyol di wilayah tersebut.
Mempunyai julukan “cholo” atau “chola” pada masa itu, orang-orang Aymara dipaksa melakukan tugas kasar untuk para aristokrat, wajib mengadopsi kebiasaan Eropa, tak boleh masuk ke restoran dan lingkungan orang-orang kaya, dilarang naik transportasi umum, dan tidak boleh mempunyai tanah dan belajar membaca.
Namun, mereka yang sangat tangguh dan kompak, akhirnya mampu memimpin pergerakan yang sukses selama beberapa dekade. Mereka berhasil melengserkan Presiden Gonzalo Sanchez de Lozada – yang didakwa atas pembunuhan – dan mengantarkan politisi Aymara, Evo Morales, ke jabatan tertinggi di negara tersebut.
Baca juga: Kisah Orang-orang Spanyol yang Memilih Tinggal di Dalam Gua Purba
Dalam prosesnya, anggota suku Aymara merebut kembali nama yang pernah direndahkan penjajah dan gaya berpakaian mereka. Mengubahnya menjadi simbol kebanggan.
“Ketika penduduk El Alto marah kepada negara karena mengabaikan sekolah-sekolah, pusat kesehatan, atau pasar mereka, serta tidak adanya keamanan di lingkungan, para perempuan lah yang akan maju dan melakukan demonstrasi,” tutur Dörr.
“Dan di situ lah letak esensinya. Alasan mengapa banyak orang suka menonton pertandingan gulat Flying Cholitas adalah karena itu dramatisasi perjuangan perempuan-perempuan Aymara di El Alto,” pungkasnya.
Source | : | Laurence Butet-Roch/National Geographic |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR