Nationalgeographic.co.id - Sebanyak 100 paus ditemukan terkurung dalam sebuah kandang kecil. Penemuan ilegal ini terungkap setelah sebuah drone diterbangkan di atas pantai Pasifik Rusia dekat kota Nakhodka.
Para aktivis mengatakan bahwa tempat tersebut merupakan 'penjara paus' yang diyakini ilegal. Dari 100 paus yang ditemukan, 11 diantaranya merupakan paus orca dan 90 lainnya paus beluga.
Menurut laporan badan amal satwa liar di Inggris, Whale and Dolphin Conservation (WDC), 'penjara paus' tersebut merupakan yang terbesar dari yang pernah ada.
Baca Juga : Keberadaan Burung Air di Indonesia Semakin Terancam, Apa Penyebabnya?
Diduga paus-paus dalam penjara akan dijual ke taman hiburan laut di Tiongkok dengan harga 6 juta dollar AS atau sekitar Rp88 juta. Perlu diketahui bahwa Tiongkok memiliki 60 taman laut dan sekitar 12 yang masih dibangun.
Selama ini, penangkapan cetacean yang meliputi paus, lumba-lumba dan pesut hanya berlaku untuk alasan ilmiah dan pendidikan, sedangkan praktik jual beli untuk taman hiburan merupakan tindakan ilegal.
Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan oleh media lokal, Novaya Gazeta, terungkap empat perusahaan yang terlibat dalam kasus jual beli mamalia laut ini. Selama tahun 2013 sampai 2016, perusahaan tersebut telah mengekspor 13 paus orca ke Tiongkok.
‘Whale prison’ discovered by drone in Far East Russia pic.twitter.com/gkZBVmYwVp
— RT (@RT_com) November 8, 2018
Baca Juga : DelFly Nimble, Robot Bersayap Pengganti Lebah di Masa Depan
Sampai sekarang, pihak berwenang masih menyelidiki kasus ini untuk mencari tahu apakah penangkapan 100 paus memang untuk tujuan ilmiah atau pendidikan, seperti yang telah dikatakan oleh perusahaan.
Para pengacara juga akan memeriksa kondisi para paus karena penangkapan tersebut termasuk penyiksaan. Para ahli khawatir, ini dapat berdampak pada spesies mereka di masa depan.
Sudah seharusnya paus dilindungi dan dibebaskan di alam liar karena mereka merupakan spesies mamalia laut yang terancam punah.
Source | : | iflscience.com |
Penulis | : | Nesa Alicia |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR