Bagaimana harem mempengaruhi politik kekuasaan di Kekaisaran Tiongkok?
“Harem Kekaisaran Tiongkok memainkan peran penting dalam lanskap politik Tiongkok Kuno,” dikutip dari laman History Skills.
Harem bukan hanya tempat kelahiran kaisar masa depan; wilayah ini juga merupakan pusat aktivitas politik. Di harem aliansi terbentuk. Penghuninya mampu memengaruhi keputusan sang kaisar.
Para wanita harem, khususnya yang berpangkat lebih tinggi, pendapatnya sangat dihargai oleh kaisar. Mereka dapat menggunakan pengaruhnya untuk memengaruhi keputusan kaisar. Mulai dari masalah kekaisaran, mengangkat sekutu ke posisi penting, atau melemahkan saingannya.
Pengaruh ini tidak selalu terlihat jelas. Sering kali tindakan ini berbentuk persuasi halus, manipulasi, atau penggunaan informasi secara strategis.
Harem juga merupakan tempat terbentuknya aliansi politik. Keluarga permaisuri dan selir kaisar sering kali menggunakan koneksi mereka untuk mendapatkan dukungan dan kekuasaan politik.
Permaisuri atau selir berpangkat tinggi dapat mengamankan posisi penting bagi kerabatnya. Hal ini bisa meningkatkan pengaruh keluarganya di istana.
Peran harem dalam politik tidak selalu positif. Harem bisa menjadi sarang intrik dan perebutan kekuasaan, terutama pada saat ketidakstabilan politik atau krisis suksesi.
Faksi-faksi yang bersaing akan bersaing untuk mendapatkan dukungan kaisar. Persaingan itu pun mengarah pada persekongkolan, konspirasi, dan bahkan kekerasan. Perebutan kekuasaan ini dapat meluas ke istana dan menyebabkan ketidakstabilan politik yang lebih luas.
Bagaimana sistem harem Kekaisaran Tiongkok berakhir?
Harem Kekaisaran Tiongkok, yang pernah menjadi institusi kuat di jantung kekaisaran, mulai mengalami kemunduran pada akhir Dinasti Qing.
Penurunan dan penghapusan ini merupakan hasil kombinasi faktor internal dan eksternal. Termasuk ketidakstabilan politik, perubahan masyarakat, dan pengaruh gagasan Barat. Ketidakstabilan politik pada akhir Dinasti Qing, yang ditandai dengan korupsi, pemberontakan, dan invasi asing, melemahkan kekuasaan istana dan harem.
Harem menjadi sarang intrik dan perebutan kekuasaan, yang semakin merusak stabilitas dan reputasinya. Gaya hidup harem yang boros, berbeda dengan kesulitan yang dihadapi masyarakat umum. Hal itu menimbulkan kritik dan kebencian publik.
Perubahan masyarakat juga berperan dalam kemunduran harem. Cita-cita Konfusianisme yang menjunjung tinggi sistem harem mulai dipertanyakan. Semakin banyak kritik terhadap perlakuan terhadap perempuan di harem.
Gerakan hak-hak perempuan, yang muncul pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Gerakan itu menantang peran tradisional perempuan dan mengadvokasi hak-hak mereka atas pendidikan dan penentuan nasib sendiri. Pengaruh nilai-nilai Barat yang dibawa oleh misionaris, diplomat, dan pedagang juga berkontribusi terhadap kemunduran harem di Kekaisaran Tiongkok. Ide-ide ini, yang menekankan hak-hak individu dan kesetaraan gender, sangat kontras dengan sistem harem yang patriarki dan hierarkis.
Pemaparan terhadap ide-ide ini menyebabkan evaluasi ulang terhadap sistem harem dan posisinya di Tiongkok yang sedang mengalami modernisasi. Penghapusan harem terjadi dengan jatuhnya Dinasti Qing dan berdirinya Republik Tiongkok pada tahun 1912.
Republik baru, yang dipengaruhi oleh ide-ide Barat dan berupaya memodernisasi Tiongkok, menolak institusi tradisional era kekaisaran, termasuk harem. Para wanita harem diberi uang pensiun dan diizinkan meninggalkan Kota Terlarang. Hal itu menandai berakhirnya institusi yang telah berusia berabad-abad di Tiongkok.