Sejarah Dunia: 6 Ciri Khas Peradaban, dari Monumen hingga Kelas Sosial

By Ade S, Selasa, 23 Juli 2024 | 09:03 WIB
Reruntuhan Ziggurat Besar Ur, dibangun oleh raja Sumeria Ur-Nammu dan putranya Shulgi dari Ur, sekitar abad ke-21 SM. Jelajahi sejarah dunia dan temukan 6 ciri khas peradaban, dari monumen megah hingga struktur kompleks kelas sosial. (Hardnfast)

Nationalgeographic.co.id—Menelusuri sejarah dunia, kita akan menemukan jejak-jejak peradaban yang telah berkembang dan meninggalkan warisan mereka.

Peradaban-peradaban ini diwarnai dengan berbagai ciri khas, mulai dari monumen megah hingga struktur kompleks kelas sosial.

Artikel ini akan mengupas enam ciri khas peradaban yang menjadi fondasi kemajuan mereka.

Kita akan menjelajahi bagaimana monumen berfungsi sebagai representasi kekuatan dan identitas, bagaimana komunikasi bersama memfasilitasi pertukaran dan kemajuan, dan bagaimana infrastruktur dan administrasi menjadi tulang punggung stabilitas dan perkembangan.

Lebih lanjut, merujuk National Geographic, artikel ini juga akan membahas tentang pembagian kerja yang mendorong spesialisasi dan efisiensi, serta struktur kelas sosial yang mencerminkan dinamika hierarki dan mobilitas, serta kawasan perkotaan menjadi landasan peradaban.

1. Kawasan Perkotaan

Kawasan perkotaan, dengan kepadatan penduduknya yang tinggi, menjadi wadah utama berkembangnya peradaban. Namun, perlu diingat bahwa penduduk daerah pedesaan, seperti petani, nelayan, dan pedagang, turut berkontribusi dalam kemajuan peradaban ini, meskipun mereka tinggal di luar kota.

Hasil panen, tangkapan ikan, dan barang dagangan mereka dipasarkan kepada penduduk kota, menjadi sumber penting bagi kehidupan masyarakat perkotaan.

Contohnya, Teotihuacan, sebuah kota besar di Meksiko yang pernah dihuni 200.000 penduduk antara tahun 300 hingga 600 Masehi. Kota ini dikelilingi oleh lahan pertanian yang subur, di mana para petani menghasilkan bahan pangan pokok seperti jagung dan kacang-kacangan untuk memenuhi kebutuhan populasi yang besar.

Seiring dengan optimalisasi pengelolaan lahan, semakin sedikit petani yang dibutuhkan untuk menghasilkan makanan. Hal ini memungkinkan sebagian penduduk pedesaan untuk beralih profesi dan berkontribusi dalam bidang lain.

Selain pertanian, perdagangan juga menjadi faktor penting dalam perkembangan Teotihuacan. Kekayaan dan kekuatan kota ini sebagian berasal dari penggalian dan perdagangan obsidian, batuan vulkanis keras yang sangat berharga sebagai alat pemotong.

Baca Juga: Bagaimana Peradaban Islam dalam Sejarah Dunia Memperlakukan Ganja?

Pedagang Teotihuacan menukarkan (mengekspor) obsidian ke peradaban sekitar untuk mendapatkan barang dan jasa yang kemudian (diimpor) masuk ke pemukiman Teotihuacan. Jaringan perdagangan ini memungkinkan pertukaran ide, budaya, dan teknologi antar peradaban, mendorong kemajuan dan inovasi di berbagai bidang.

2. Monumen

Sejak dahulu kala, manusia memiliki hasrat untuk meninggalkan jejak warisan peradaban mereka. Hal ini diwujudkan dengan pembangunan monumen dan struktur raksasa yang tak lekang oleh waktu. Tradisi ini terus berlanjut hingga saat ini, sama seperti yang dilakukan oleh nenek moyang kita berabad-abad silam.

Salah satu contohnya adalah monumen kuno di Great Zimbabwe, Zimbabwe. Reruntuhan ibukota Kerajaan Zimbabwe ini, yang dibangun antara tahun 1100 dan 1450, masih berdiri kokoh hingga saat ini dan menjadi simbol kekuatan politik negara Zimbabwe modern.

Pada masa kejayaannya, Great Zimbabwe dihuni oleh lebih dari 10.000 penduduk dan menjadi bagian penting dalam jaringan perdagangan yang membentang dari Maghreb di Afrika Utara, melewati pesisir timur Afrika, hingga ke India dan Cina di Asia.

Great Zimbabwe bukan hanya sebuah monumen megah, tetapi juga bukti kecanggihan dan kepintaran nenek moyang suku Shona.

Politisi seperti Robert Mugabe, presiden Zimbabwe selama hampir 40 tahun di abad ke-20 dan 21, membangun identitas politiknya dengan menghubungkan diri dengan arsitektur monumental peradaban kuno ini.

Namun, bangunan bukan satu-satunya monumen yang mendefinisikan peradaban. Great Zimbabwe juga memiliki gaya seni khas yang terlihat dari penggambaran hewan asli yang diukir pada batu lunak.

Patung batu bergaya tersebut, yang dikenal sebagai "Burung Zimbabwe", menjadi simbol nasional Zimbabwe dan muncul di bendera negara, mata uang, dan lambang negara.

3. Sistem Komunikasi Bersama

Setiap peradaban memiliki sistem komunikasi bersama yang menjadi ciri khas mereka. Sistem ini bisa berupa bahasa lisan, alfabet, sistem angka, tanda, ide, simbol, ilustrasi, dan representasi.

Baca Juga: Sejarah Dunia Kuno: Menyingkap Rahasia Zodiak Mesir dan Pengaruhnya

Melalui komunikasi bersama, peradaban dapat mengembangkan dan menyebarkan infrastruktur yang diperlukan untuk kemajuan teknologi, perdagangan, pertukaran budaya, dan pemerintahan.

Peradaban Inca, misalnya, tidak memiliki sistem aksara seperti yang kita kenal saat ini. Namun, mereka memiliki sistem akuntansi yang rumit bernama khipu. Khipu terbuat dari serangkaian tali yang diikat dengan pola dan warna tertentu.

Sistem ini digunakan oleh pemerintah Inca untuk melakukan sensus penduduk dan mencatat produksi di seluruh wilayah Andes yang luas.

Adanya aksara tertulis secara khusus memungkinkan peradaban untuk mencatat sejarah dan peristiwa sehari-hari mereka. Hal ini sangat penting untuk memahami budaya kuno. Bahasa tertulis tertua yang diketahui di dunia adalah bahasa Sumeria, yang berkembang di Mesopotamia sekitar 3100 SM.

Bentuk paling awal dari tulisan Sumeria disebut aksara paku, yang terdiri dari kumpulan bentuk baji (segitiga). Fungsi awal tulisan Sumeria adalah untuk pencatatan, seperti halnya catatan tertulis di peradaban modern.

Aksara paku Sumeria digunakan untuk melacak pajak, tagihan belanja, dan hukum untuk hal-hal seperti pencurian.

Bahasa tertulis menjadi bagian penting dari komunikasi bersama selama Masa Keemasan Islam, yang berkembang pesat di Eropa selatan, Afrika utara, dan Asia barat dari abad ke-7 hingga ke-13.

Angka Arab dan bahasa Arab adalah contoh komunikasi bersama yang memungkinkan beragam budaya di seluruh dunia Arab berkontribusi pada kemajuan luar biasa dalam matematika, sains, teknologi, dan seni.

4. Infrastruktur dan administrasi

Setiap peradaban membutuhkan pemerintahan yang berfungsi sebagai birokrasi untuk mengelola dan mengatur wilayahnya. Tak ada peradaban yang lebih mencontohkan hal ini selain Romawi kuno.

Kata "peradaban" sendiri berasal dari kata Latin "civis" yang berarti "warga negara". Bahasa Latin adalah bahasa Romawi kuno, yang wilayahnya membentang dari basin Mediterania hingga ke sebagian Inggris Raya di utara dan Laut Hitam di timur.

Baca Juga: Dari Unta hingga Lebah, Bagaimana Hewan Terlibat dalam Konflik Manusia?

Untuk memerintah wilayah yang luas ini, bangsa Romawi, yang berpusat di tempat yang sekarang menjadi Italia tengah, membutuhkan sistem administrasi pemerintahan dan infrastruktur yang efektif.

Bangsa Romawi menggunakan berbagai metode untuk mengelola republik mereka, dan kemudian menjadi kekaisaran. Salah satu kunci utama keberhasilan mereka terletak pada pembangunan infrastruktur yang kokoh.

Teknik sipil merupakan bagian penting dari administrasi Romawi. Mereka membangun jaringan jalan raya yang luas dan terencana dengan baik untuk menghubungkan berbagai wilayah kekaisaran.

Jalan raya ini tidak hanya mempermudah komunikasi dan perdagangan antar wilayah, tetapi juga memperlancar pergerakan pasukan militer Romawi.

Selain jalan raya, bangsa Romawi juga membangun infrastruktur lain yang penting, seperti saluran air (aqueduct). Saluran air ini mengantarkan air bersih dari sumbernya ke kota-kota, meningkatkan sanitasi dan kebersihan. Hal ini berdampak positif pada kesehatan masyarakat dan membantu mencegah penyebaran penyakit.

Bahasa juga memainkan peran penting dalam infrastruktur Romawi. Bahasa Latin, bahasa resmi kekaisaran, disebarkan ke seluruh wilayah yang ditaklukkan. Hal ini membantu menyatukan wilayah yang beragam dan mempermudah komunikasi antar penduduk.

Bahasa Latin menjadi bahasa administrasi, hukum, dan pendidikan, dan akhirnya berkembang menjadi bahasa ibu bagi banyak orang di Eropa selatan.

Bahasa-bahasa yang disebut "Roman" (Spanyol, Prancis, Portugis, Rumania, Catalan, dan Italia) berakar dari bahasa Latin, menunjukkan pengaruh budaya dan bahasa Romawi yang mendalam di wilayah tersebut.

Para pemimpin Romawi menggunakan serangkaian kode hukum untuk mengatur kekaisaran yang luas ini. Kode-kode ini membantu menyusun peraturan di antara berbagai wilayah Romawi, serta antara kaya dan miskin, pria dan wanita, budak dan merdeka.

Hukum Romawi mencakup berbagai aspek kehidupan, seperti pernikahan, kepemilikan tanah, dan akses ke profesi tertentu.

Salah satu kontribusi Romawi yang paling bertahan lama bagi peradaban Barat adalah pembentukan budaya hukum itu sendiri. Hukum Romawi sebagian besar bersifat publik, dan para ahli hukum menciptakan formalitas seperti bahasa dan prosedur hukum yang akan menentukan hukum Eropa selama berabad-abad.

Baca Juga: Sebabkan Halusinasi, Kecubung Digunakan dalam Pelbagai Ritual Manusia

Bahkan, "Hukum Romawi" menggambarkan sistem hukum yang digunakan di seluruh Eropa Barat hingga abad ke-18.

Terakhir, orang Romawi menggunakan pemimpin lokal, selain orang Romawi sendiri, untuk menegakkan hukum di wilayah mereka. Penduduk lebih mengenal pemimpin mereka sendiri, dan lebih mungkin mengikuti pengumuman yang dikeluarkan oleh pemimpin lokal.

Sebagai contoh, pemimpin Israel bekerja sama dengan otoritas Romawi di wilayah Palestina Romawi, sementara pemimpin Inggris sering bekerja sama dengan orang Romawi di pulau Inggris Raya.

Beberapa orang yang lahir di wilayah Romawi akhirnya menjadi kaisar Romawi: misalnya, Kaisar Konstantinus lahir di tempat yang sekarang menjadi Serbia; Kaisar Hadrian mungkin lahir di tempat yang sekarang menjadi Spanyol. Interaksi ini mengurangi konflik antara Romawi dan wilayah kekuasaannya.

5. Pembagian Kerja

Peradaban ditandai dengan pembagian kerja yang kompleks, di mana berbagai pekerjaan dilakukan oleh orang-orang yang berbeda dengan spesialisasi masing-masing.

Hal ini berbeda dengan masyarakat agraris murni, di mana anggotanya dapat memenuhi kebutuhan pangan, papan, dan sandang secara mandiri. Dalam peradaban yang kompleks, pembagian kerja menjadi lebih jelas.

Petani, misalnya, mungkin hanya fokus menanam satu jenis tanaman dan bergantung pada orang lain untuk mendapatkan makanan lain, pakaian, tempat tinggal, dan informasi.

Peradaban yang mengandalkan perdagangan memiliki ciri khas tersendiri dalam pembagian kerja. Kota Timbuktu, yang terletak di Mali, merupakan contohnya. Kota ini dulunya merupakan pusat perdagangan penting bagi beberapa peradaban Afrika.

Penduduk Timbuktu memiliki spesialisasi dalam perdagangan barang-barang seperti emas, gading gajah, atau budak. Penduduk lainnya menyediakan makanan atau tempat tinggal bagi kafilah perdagangan yang melintasi Sahara dengan unta.

Pusat kota Timbuktu juga menjadi pusat pembelajaran, di mana pembagian kerja tidak hanya mencakup pedagang, tetapi juga dokter, pemimpin agama, dan seniman.

Baca Juga: Sejarah Dunia: Perbandingan Peradaban Yunani Kuno dan Romawi Kuno

6. Kelas Sosial

Salah satu ciri penting yang menjadi kunci perkembangan peradaban adalah pembagian masyarakat ke dalam kelas-kelas sosial. Ini merupakan konsep kompleks yang dapat dibagi menjadi dua dimensi utama: pendapatan dan jenis pekerjaan.

Mobilitas sosial, perpindahan antar kelas, secara tradisional sulit terjadi dan biasanya berlangsung selama beberapa generasi.

Kelas sosial dapat diartikan sebagai kelompok masyarakat yang dipisahkan berdasarkan pendapatan. Pembagian ini terkadang disebut sebagai "kelas ekonomi". Peradaban Barat modern sering membagi kelas ekonomi menjadi tiga kategori utama: kaya, menengah, dan miskin.

Di peradaban Eropa abad pertengahan, sistem kelas ekonomi lebih sederhana. Raja dan ratu memiliki kekayaan dan tanah yang luas, sedangkan para budak (pekerja tanah) hampir tidak memiliki apa-apa. Seiring waktu, kelas ekonomi pedagang muncul dan berkembang pesat.

Kelas sosial juga dapat merujuk pada jenis pekerjaan yang dilakukan masyarakat. Ada banyak cara untuk membagi kelas sosial berdasarkan pekerjaan. Kelas sosial sering dikaitkan dengan kelas ekonomi, tetapi tidak selalu ditentukan olehnya.

Di peradaban Tiongkok kuno, terdapat empat kelas sosial utama. Cendekiawan dan pemimpin politik (dikenal sebagai shi) menduduki kelas sosial paling tinggi. Petani dan pekerja pertanian (nong) berada di peringkat berikutnya. Kemudian disusul para seniman (gong) yang membuat berbagai barang, dari sepatu kuda hingga jubah sutra.

Di dasar piramida kelas sosial terdapat para pedagang yang berbisnis jual-beli barang dan jasa. Dikenal sebagai shang, para pedagang ini terkadang jauh lebih kaya daripada kelas lainnya, namun memiliki status sosial yang lebih rendah.

Memahami ciri-ciri khas peradaban ini membuka jendela untuk memahami sejarah dunia dan kompleksitasnya.

Dari monumen yang menjulang tinggi hingga nilai-nilai yang dipegang teguh, setiap aspek peradaban mencerminkan kisah unik tentang bagaimana manusia membangun komunitas, mencapai kemajuan, dan meninggalkan jejak mereka di dunia.

Dengan menjelajahi ciri-ciri peradaban ini, kita dapat menghargai warisan yang kaya dari peradaban yang telah datang sebelum kita dan menggunakan pengetahuannya untuk membangun masa depan yang lebih cerah.