Nationalgeographic.co.id - Dalam World Wildlife Day (WWD) atau Hari Margasatwa Dunia yang jatuh setiap tanggal 3 Maret, PBB untuk pertama kalinya menyoroti ancaman bagi kehidupan laut. Tema yang diangkat PBB adalah "Kehidupan di bawah air: untuk manusia dan planet", yang akan menjadi kereta untuk konservasi yang utamanya fokus pada perlindungan spesies laut.
"Lautan mengatur iklim kita, menghasilkan setengah oksigen yang kita hirup, menyediakan makan untuk lebih dari 3 miliar orang, dan menyerap 30 persen karbon dioksida yang dilepaskan ke atmosfer dan 90 persen suhu panas akibat perubahan iklim," kata Abdoulaye Mar Dieye, Asisten Sekretaris Jenderal PBB pada November lalu.
Untuk diketahui, sekitar 71 persen permukaan Bumi adalah lautan. Selain sumbangsih nyata yang telah disebutkan Mar Dieye, lautan juga membentuk lebih dari 99 persen habitat yang layak Bumi. Nahasnya, lautan kita saat ini dalam masalah serius.
Baca Juga : Islandia Izinkan Perburuan 2.130 Paus Dalam Lima Tahun Mendatang
Analisis sistematis pertama yang terbit di jurnal Current Biology 2018 menemukan bahwa luas lautan telah berubah karena aktivitas manusia, dan hanya menyisakan 13 persen yang dibiarkan alami. Bukti itu menyusul pemberitaan setengah lautan dunia terus dieksploitasi untuk penangkapan ikan.
Hal ini pun dimuat dalam laporan jurnal Science 2018 yang menemukan penangkapan ikan komersial mencakup area lebih besar dibanding pertanian global.
Ancaman terhadap ekosistem laut sendiri datang dari berbagai macam hal, termasuk penangkapan ikan berlebihan, bahan kimia, hingga pemanasan global yang menaikkan suhu di laut.
Dari pemutihan karang hingga pengasaman, inilah 9 ancaman terbesar yang dihadapi lautan dan hal yang bisa kita lakukan untuk mengurangi dampaknya seperti dilansir Newsweek, Senin (3/3/2019).
1. Pemanasan global
Sekitar 80 persen CO2 yang diproduksi manusia diserap lautan dan membuatnya panas. Perairan yang hangat dapat mempengaruhi semua aspek di laut, mulai dari pemutihan karang hingga pola migrasi ikan, bahkan mengubah arus samudra. A
Apa yang bisa kita lakukan? Pemerintahan setiap negara perlu melakukan perubahan besar yang tegas untuk menangani masalah ini. Misalnya dengan undang-undang yang melindungi lingkungan.
2. Polusi plastik
Greenpeace memperkirakan 12,7 juta ton plastik berakhir di laut setiap tahun. Sampah plastik seperti botol dan plastik kresek sering dikira makanan oleh makhluk laut, tak jarang saat mereka mati di dalam perutnya ditemukan plasik. Plastik yang masuk ke pencernaan ikan dapat memblokir saluran udara dan mencekiknya. Selain itu, plastik juga menyumbat perut ikan sehingga mereka tidak bisa makan makanan sungguhan.
Fakta lapangan membuktikan, ikan yang tercemar laut tak hanya yang dekat dengan pantai, tapi di Palung Mariana yang kedalamannya 11 kilometer ditemukan hampir semua penghuninya mengkonsumsi plastik.
Apa yang bisa kita lakukan? Salah satu cara yang bisa kita lakukan adalah diet plastik. Cobalah membawa tas belanjaan sendiri saat pergi ke pasar, swalayan, atau mungkin mal. Anda juga bisa membawa botol minum dari rumah dibanding membeli air botol kemasan. Sedotan dan sendok plastik juga tidak perlu dipakai lagi.
3. Penangkapan ikan berlebihan
WWF mengatakan, lebih dari 30 persen ikan dunia telah ditangkap secara cuma-cuma. Beberapa ikan seperti tuna sirip biru Atlantik dibur secara berlebihan sehingga spesiesnya kini terancam punah. Selain itu, penangkapan ikan secara ilegal juga menjadi masalah besar yang dihadapi banyak negara.
4. Pariwisata
Semua orang menyukai pantai, tapi pertumbuhan wisata pantai yang tidak teratur juga sangat merusak laut. Infrastruktur berupa jalan dan bangunan mengganikan habitat alami dan masuknya pengunjung menghasilkan lebih banyak sampah dan polusi.
Untuk diketahui, terumbu karang sepanjang Hong Kong sampai Honolulu telah hancur karena pariwisata pantai.
5. Perjalanan ekspedisi laut
Kapal komersial yang kerap digunakan untuk mengirim barang dari luar negeri tanpa disadari sering menimbulkan sejumlah ancaman terhadap kehidupan laut. Kapal-kapal itu sering mengalami kebocoran bahan bakar yang akhirnya limbahnya dibuang ke laut dan mencemari udara melalui emisi sulfur dioksida, nitrogen oksida, dan karbon dioksida. Mereka kerap diketahui menabrak paus dan mamalia laut lainnya.
Apa yang bisa kita lakukan? Cobalah untuk menahan diri tidak membeli barang dari luar negeri, tapi sebaliknya membeli barang lokal.
6. Minyak dan gas
Cadangan minyak dan gas bumi tersimpan di dasar laut dalam jumlah besar. Namun, pengeboran dan pencairan dapat merusak lingkungan laut. Hal ini tidak diimbangi dengan langkah perusahaan menangani masalah lingkungan tersebut, misalnya adanya kelalaian sehingga minyak tumpah ke laut dan merusak. Saat sumber daya menipis, perusahaan akan pindah ke daerah lain untuk melakukan hal yang sama, begitu seterusnya.
Apa yang bisa kita lakukan? Bijaklah dalam menggunakan bahan bakar, gunakan transportasi umum dan kurangi melakukan penerbangan jarak jauh. Dengan menggunakan energi terbarukan, maka kita mendukung energi ramah lingkungan dan berkelanjutan.
7. Pengasaman
Karbon dioksida larut dalam laut membentuk asam karbonat. Kadar asam yang meningkat dapat mengganggu proses kawin hewan laut. Selain itu, ikan juga kesulitan mendeteksi predator dalam air asam. Pengasaman mengubah kimia laut, selama 200 tahun terakhir lautan menjadi 30 persen lebih asam.
Apa yang bisa kita lakukan? Kebiasaan mematikan lampu yang tidak digunakan adalah awal yang baik. Sebab, emisi karbon berada di belakang pengasaman.
Baca Juga : Aneh, Paus Bungkuk Ditemukan Terdampar di Dalam Hutan Amazon
8. Perburuan paus komersial
Perburuan paus banyak dilakukan di abad ke-20 dan hal ini secara signifikan menurunkan populasi paus. Seluruh dunia melarang keras perburuan paus sejak 1986, tapi ada tiga negara yang menolaknya. Jepang, Islandia, dan Norwegia tetap melakukan perburuan paus, dan beberapa armada membunuh ratusan paus setiap tahun.
9. Polusi suara
Paus dan lumba-lumba berkomunikasi dan berburu dengan sinyal sonik. Namun hal ini menjadi terganggu oleh kebisingan industri laut hingga sonar militer. Polusi suara membuat paus betina tidak bisa mendengar paus jantan bernyanyi, padahal ini adalah salah satu daya tarik paus untuk kawin.
Kebisingan juga membuat makhluk laut mengalami tekanan tingkat rendah yang konstan, efek panjangnya belum diketahui.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com, penulis: Gloria Setyvani Putri. Baca artikel sumber.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR