Nationalgeographic.co.id - Kampung Adat Praijing terletak di Desa Tebara, Kecamatan Waikabubak, Kabupaten Sumba Barat, Provinsi Nusa Tenggara Tmur. Di kampung ini terdapat 38 rumah tradisional khas Sumba. Jumlah ini lebih sedikit dibandingkan dengan sebelumnya, yakni 42 rumah. Pengurangan tersebut diakibatkan oleh kebakaran yang menghabiskan banyak rumah di sana.
Rumah adat Sumba biasa disebut dengan Uma Bokulu atau Uma Mbatangu. Uma Bokulu berarti rumah besar, sementara itu Uma Mbatangu berarti rumah menara. Rumah tradisional di sini berbentuk rumah panggung dengan atap yang menjulang seperti menara. Meski begitu ada beberapa rumah yang tidak memiliki atap menara.
"Rumah adat di sini terbagi menjadi tiga bagian. Bagian bawah untuk memelihara hewan ternak, bagian tengah untuk penghuninya, dan bagian atas atau menara untuk menyimpan bahan makanan," ujar Marthen Ragowino Bira, anak dari pemilik rumah. Marthen juga pernah menjadi Kepala Desa Tebara.
Baca Juga : Berhasil Lepas dari Jugun Ianfu Karena Menyamar Sebagai Lelaki
Saya dan kawan-kawan diajak untuk masuk ke dalam rumah untuk melihat tempat menyimpan bahan makanan mereka, menara. "Empat tiang ini merupakan penopang rumah dan menara," ujar Ama Agung, sang pemilik rumah, sambil menunjuk empat tiang yang ada di tengah rumah.
Di antara empat tiang ini merupakan tempat untuk memasak. Perapian ini juga berfungsi untuk mengawetkan bahan makanan yang disimpan di atasnya, yaitu menara rumah. Saat itu Inna Athen sedang memasak air untuk kami. Ibu di kampung ini dipanggil dengan sebutan Inna, lalu dilanjutkan dengan nama anak pertama. Inna Athen artinya ibu dari Athen.
"Ini tiang perempuan," beliau menjelaskan lagi sambil menunjuk dua tiang yang dekat dengan dapur. "Yang ini tiang laki-laki," sambil menunjuk tiang dekat ruang tamu. Di setiap tiang terdapat sebuah bulatan. "Itu merupakan tempat Marapu mengawasi kami yang ada di bawah," ucap Ama Agung lagi.
Marapu merupakan agama asli yang masih hidup dan dianut oleh orang Sumba di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Agama ini merupakan sistem keyakinan yang berdasarkan kepada pemujaan arwah-arwah leluhur. Dalam bahasa Sumba, arwah-arwah leluhur disebut Marapu yang artinya adalah “yang dipertuan” atau “yang dimuliakan”.
Baca Juga : Kisah Tak Terperi Para Kuli Hindia Belanda
"Ini pintu keluar dan masuk rumah untuk laki-laki" ucap Ama Agung ketika kami beranjak keluar untuk kembali ke teras rumah. "Kalau pintu untuk perempuan yang langsung menuju dapur," ujarnya lagi. Laki-laki masuk dari pintu utama yang ada di sebelah kiri, sementara yang perempuan masuk dari pintu di sebelah kanan rumah yang langsung menuju ke dapur.
Penulis | : | Warsono |
Editor | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
KOMENTAR