“Langsung mbatik di kain, tidak pernah pakai pola,” ujarnya sempat khawatir bagaimana nantinya melestarikan motif kuna itu jika Lasmirah tak mengajari rekannya. Namun belakangan, para pembatiknya mulai semangat belajar motif klasik tersebut secara perlahan agar tidak bergantung pada ‘divisi khusus gunung ringgit’ Lasmirah.
“Sejak bikin batik tiga negeri dan banyak tamu, berubah 180 derajat. Makin jatuh cinta pada tiga negeri,”ujarnya dan mengaku banyak bereksperimen dengan motif padu padan seperti latohan, kricakan, gunung ringgit, sekar jagat, agar pembeli senang dengan variasi motif bersama enam orang pembatiknya.
“Supaya dapat komplit dapet Lasemannya semua,” kata penyuka motif burung merak ini dan mulai membuat produk kreatif lainnya seperti scarf dan cinderatamata dari batik tiga negeri.
“Tidak semua orang berminat beli kain tiga negeri mungkin karena mahal juga, maka saya bikin scarf atau kerajinan. Pernah saya salah bikin motif, dikasih masukan sama mas Didiet Maulana dan saya terapkan,”kisahnya mengenalkan kain buatannya yang mendapat masukan dari desainer Didiet Maulana untuk memperbaiki tampilan motif batiknya.
“Saya mulai bikin batik tiga negeri bunga seruni, dicampur dengan gunung ringgit atau sekar jagat, pembatik saya alusan karena ia menguasai teknik lawas. Tamu juga banyak tanya apa kain khasnya Lasem… ya tiga negeri,”ujarnya menceritakan merasa gembira karena sering kedatangan tamu yang dipandu pemandu wisata senior Lasem.
Saat ini harga kain batik tiga negerinya dibanderol antara Rp 1.750.000 hingga Rp 3.500.000. Sementara untuk syal atau scarf ia menghargai Rp 200.000 untuk syal dua warna. Ia berencana bereksperimen untuk membuat kain batik tiga negeri dengan harga terjangkau.
“Sedang mencoba membuat yang bisa di bawah harga enam ratus ribu,” ungkapnya optimis walaupun sempat terbersit keraguan terkait dengan regenerasi.
“Siapa yang bisa meneruskan keterampilan mbak Las membuat motif gunung ringgit tanpa pola,” bisiknya.
“Mas Pop dan mas Dayat pernah membawa tamu-tamu, batik bisa membantu pariwisata juga ya. Apalagi saya beruntung karena ini mbatikdi rumah kuno,” kata Eka yang membuat kombinasi motif batiknya dengan motif-motif ragam hias yang berada di sekitaran rumahnya berupa lukisan di pintu, tepian bermotif yang terletak di atap, ukiran kayu di lemari dan sebagainya.
Hal ini merupakan langkah kreatifnya untuk menambah khasanah motif batik Lasem dengan menggunakan motif rumah lawasnya, ia berpendapat hal itu sekaligus dapat melestarikan motif-motif yang menempel di rumah berusia seratusan tahun lebih peninggalan nenek moyangnya.
“Rumah ini, tidak akan dijual, ini rumah dan batik ya hidup kami. Dulu ada empat rumah kuna di sekitar sini, kayu besar-besar. Sekarang tinggal ini. Saya ingin menjaganya,”pungkasnya.
Penulis | : | Agni Malagina |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR