Nationalgeographic.co.id – “Kami telah mendistribusikan 34 ribu kilogram makanan untuk masyarakat di sekitar taman nasional,” kata Gregory Carr, presiden Taman Nasional Gorongosa di Mozambik, Afrika.
Lebih dari dua minggu lalu, angin siklon Idai merusak wilayah pusat negara tersebut, beserta tetangganya Malawi dan Zimbabwe. Siklon menghancurkan isi kota dan desa, menyapu ratusan ribu hektar lahan pertanian, dan menyebabkan banjir.
Menurut data PBB, akibat peristiwa itu, lebih dari 700 ribu orang tewas, dan ada 1,8 juta penduduk yang membutuhkan bantuan.
Kurang dari 48 jam setelah siklon Idai menyerang, ratusan petugas Taman Nasional Gorongosa menyebar untuk menyelamatkan warga setempat. Mereka juga membawa makanan dan bantuan medis.
“Kami adalah responden pertama–membantu masyarakat pedalaman yang tidak diketahui orang banyak,” kata Carr.
Baca Juga : Banjir Tinja Manusia di Gunung Denali, Dampak Perubahan Iklim
Taman Nasional Gorongosa bekerja sama dengan para petani di wilayah tersebut. Mereka memiliki tempat penyimpanan makanan dan mampu mengirimnya di waktu-waktu genting tanpa bantuan pihak luar.
Menurut Carr, taman nasional merupakan area terlindungi yang harus menjadi sahabat bagi masyarakat lokal. “Pertanian di dekat Gorongosa mendapatkan lebih banyak penyerbuk, uap air, dan lebih produktif,” katanya.
Dengan perubahan iklim yang semakin parah, taman nasional bisa membantu. Sebagai contoh, pemerintah Mozambik sedang mempertimbangkan untuk membangun konservasi lahan basah di selatan taman nasional untuk mengurangi dampak siklon berikutnya. Yakni dengan menyerap dan menahan lebih banyak air.
“Orang-orang yang tingal di dekat area taman nasional kini akan mendapatkan hak eksklusif untuk memancing dan aktivitas berkelanjutan lainnya. Mereka juga akan diberikan hak tanah di tempat lebih tinggi demi keselamatannya,” papar Carr yang bekerja sama dengan pemerintah dalam proyek ini.
Sementara Gorongosa memiliki tujuan eksplisit untuk memberikan kehidupan yang lebih baik bagi tetangga-tetangganya dengan berinvestasi sumber daya, taman nasional lain juga membawa manfaat pada masyarakat yang tinggal sekitar 10 kilometer darinya.
Dalam studi yang dipublikasikan pada jurnal Science Advances, para peneliti menganalisis data dari 603 area terlindungi di 34 negara berkembang. Hasilnya menunjukkan, anak-anak yang tinggal di dekat kawasan lindung dan diizinkan menggunakan tanah di sekitarnya, hidup lebih makmur dan lebih sehat dibanding mereka yang hidup jauh dari zona konservasi.
Anak-anak di dekat area terlindungi yang berkaitan dengan sektor pariwisata memiliki tingkat kemakmuran 17% lebih tinggi dan faktor kemiskinan 16% lebih rendah.
Anak-anak di bawah lima tahun yang tinggal di dekat kawasan lindung juga memiliki badan yang lebih tinggi. Hanya 13% kemungkinannya mereka akan mengalami hambatan dalam pertumbuhan.
Dengan kata lain, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa zona yang melindungi kehidupan alam liar dan konservasi budaya dapat digunakan untuk mengatasi masalah kemiskinan global dan kesehatan yang buruk.
Baca Juga : Paparan Polusi Udara Sebabkan Masalah Kesehatan Mental Bagi Anak Muda
Gerkey mengatakan, langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah memeriksa keadaan khusus di sekitar kawasan lindung untuk mempelajari apa metode yang cocok bagi masyarakat lokal serta keanekaragaman hayati di sana.
Pemerintah dunia sedang berencana untuk meningkatkan jumlah taman nasional untuk memenuhi target yang dibuat pada 2010 melalui UN Convention on Biological Diversity.
Di saat yang bersamaan, mereka juga memiliki Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goal) dalam mengurangi angka kemiskinan pada pertengahan 2030.
“Menambah kawasan lindung dan menanganinya dengan baik, memiliki potensi untuk mengurangi kemiskinan, memperbaiki kualitas kesehatan manusia, dan melindungi masyarakat dari dampak perubahan iklim,” pungkas Gerkey.
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR