Siapa yang tak mengenal Eine Kleine Nachtmusik karya Wolfgang Amadeus Mozart? Mungkin saja kita tak mengenal judul dan lupa nama komponisnya, namun telinga kita begitu cerdas dan akrab mengenali dinamika nadanya nan lincah dan ceria.
Karya ini begitu melegenda. Sampai-sampai sebuah merk gawai seluler—yang populer dengan julukan gawai sejuta umat—pernah memasukkan karya Mozart ini dalam senarai nada deringnya. Kemudian, merk-merk gawai cerdas pada generasi dekade berikutnya pun melakukan hal yang sama.
Mozart (1756-1791) menggubah banyak serenade. Dan, serenade ketigabelasnya diberi tajuk Eine Kleine Nachtmusik, sebuah nukilan musik malam nan mungil. Ia juga mencatatnya sebagai “Serenade Nomor 13 dalam dawai G mayor, K 525.”
Orkestrasi serenade ini berbeda dengan serenade karya Mozart lainnya. Ia menggubahnya sedemikan rupa sebagai serenade untuk dua biola, viola, cello, dan bass ganda. Karya itu digubah di Wina, dan selesai pada 10 Agustus 1787, namun baru diterbitkan setelah sang komponis wafat.
Baca juga: Belajar Membaca dan Kaitannya dengan Belajar Musik Sejak Dini
Inilah karya instrumentalia Mozart yang boleh jadi paling populer—bahkan bagi orang yang bukan penyuka musik klasik. Karya enerjik ini sejatinya terdiri atas lima bagian, yakni: Allegro, Menuet dan Trio, Romance, Menuet dan Trio, serta Finale. Kendati demikian, karya ini lazim dipentaskan dalam empat bagian—minus Menuet dan Trio pada bagian kedua.
Selain paling populer, Eine Kleine Nachtmusik juga misterius. “Menuet dan Trio” yang pertama dari karya ini telah hilang! Entah karena keteledoran Mozart atau orang lain. Lembaran partitur pada bagian ini tidak diketahui lagi di mana juntrungannya.
Sampai pada awal abad ke-20, seorang ahli musik dan editor musik Jerman-Amerika menduga bahwa karya yang hilang itu menjelma sebagai karya transposisi Piano Sonata dalam Bes mayor, K. 498a. Ahli musik itu adalah Alfred Einstein (1880-1952), sohor sebagai editor revisi Köchel-Verzeichnis, yang berisi katalog kronologis karya Wolfgang Amadeus Mozart. Buku katolog karya Ludwig von Köchel itu terbit pada 1936.
Rabu malam yang cerah, 29 Mei 2019, Jakarta City Philharmonic (JCP) menggelar pentasnya yang kedua pada tahun ini di Gedung Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki. Orkestra kota itu mengawali debut pertamanya pada November 2016, dan konser malam itu menandai perhelatannya ke-20. Keberadaan orkestra kota untuk Jakarta ini pertama kali digagas oleh Komite Musik Dewan Kesenian jakarta dan Badan Ekonomi Kreatif.
Pentas orkestra bertajuk “Serenade” diawali dengan karya Mozart ‘Eine Kleine Nachtmusik’. Kendati lazim dipentaskan hanya dalam empat bagian, untuk pertama kalinya warga dan langit Jakarta menyimak karya orkestra ini secara utuh dalam lima bagian. Ini adalah sejarah baru bagi pengalaman warga dan lintasan seni musik di metropolitan ini.
Fafan Isfandiar, Concert Master of Jakarta City Philharmonic, merupakan sosok di balik pementasan serenade karya Mozart ini sehingga bisa dipentaskan secara utuh. Kita sepatutnya mengapresiasi upaya Fafan dalam menggubah orkestrasi dari bagian yang hilang itu sebagai bagian kedua Menuet dan Trio setelah Allegro. Fafan sehari-hari berkarya sebagai pemain biola, penggubah musik, direktur musik dan konduktor AMARI JOGJA— Ansambel Musik Anak dan Remaja Jogja.
Penulis | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR