Nationalgeographic.co.id – Workshop Kostum Jaran Kepang di Dusun Lamuk Gunung, Desa Legoksari, Kecamatan Tlogomulyo, Kabupaten Temanggung, pada 26 Juni 2019 merupakan rangkaian acara keempat dari Festival Sindoro Sumbing 2019 yang diadakan di Kabupaten Temanggung.
Sebelumnya Festival Sindoro Sumbing menggelar acara Panggung Jaranan, Ngopi di Papringan, dan Sarasehan Budaya.
Festival Sindoro Sumbing yang sudah digelar sejak 9 Juni hingga 25 Juli 2019 berupaya memperkuat eksosistem kebudayaan lokal dari masyarakat sekitar Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing yaitu Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Wonosobo.
"Workshop Kostum Jaran Kepang ini merupakan lanjutan dari acara sarasehan penguatan identitas Jaran Kepang Temangung," ucap Direktur Festival Sindoro Sumbing Imam Abdul Rofiq.
"Karena identitas jaran kepang tidak bisa berdiri sendiri, artinya kostumnya juga menguatkan identitas dari Jaran Kepang Temanggung" lanjutnya.
Baca Juga: Pesan Teladan Kemajemukan Budaya dari Metropolitan Majapahit
Workshop Kostum Jaran Kepang dengan pemateri Nuriyanto, S. Kar., M. Sn. seotang seniman seni pertunjukan, dan merupakan dosen ISI Surakarta yang menyajikan materi "Busana tari sebagai identitas dan pengembangannya dalam koreografi", beliau didampingi oleh Hartanto, S. Sn., M. Sn., seniman seni pertunjukan, juga seorang dosen ISI Surakarta dan Irwan Dhanasta, S. Sn., lulusan ISI Surakarta. Workshop ini diikuti 40 peserta yang merupakan pengrajin kostum tari dari Kabupaten Temanggung.
Kostum dan koreografi adalah dua unsur yang saling mengisi. Ada yang mencipta koreografi dahulu baru membuat kostum atau sebaliknya menciptakan kostum lalu menciptakan koreografinya.
Menurut Nuriyanto "fungsi kostum atau kebutuhan kostum dalam koreografi itu harus sesuai karakter atau kebutuhan koreografi, baik dalam desain, corak, dan warna. Tidak mengganggu gerak penari. Syukur-syukur dapat memberikan nilai lebih."
Perkembangan kostum jaranan sekarang ini seperti peragaan busana, yang malah membunuh karakter gerak jaran kepang. "Boleh saja mengambil ide kostum dari Bali, boleh mengambil dari Bandung, jangan langsung ditempel, tetapi dikembangkan dahulu. Kalau langsung ditempelkan nanti karakternya tidak pas," ucapnya.
Hartanto berpendapat, perkembangan kostum bagi daerah yang tidak mampu akan menggunakan apa yang ada di daerah setempat. Untuk daerah yang mampu perkembangan karena pengaruh luar untuk menyesuaikan dengan pasar.
Penulis | : | Warsono |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR