Nationalgeographic.co.id - Berdasarkan sebuah studi yang dipublikasikan pada jurnal Latin American Antiquity, masyarakat Inca kuno sepertinya menegaskan kekuasaannya pada orang-orang yang membangkang dengan memenggal kepala mereka.
Para arkeolog menggali Iglesia Colorada, salah satu lokasi di Cile yang dulunya terkenal sebagai tempat tinggal peradaban Inca. Di sana, mereka menemukan tengkorak tiga wanita muda berusia sekitar 16-30 tahun yang kemungkinan dilemparkan begitu saja bersama dengan tubuh hewan.
Baca Juga: Arkeolog Temukan 227 Kerangka Korban Ritual Pengorbanan Anak di Peru
Semua tengkorak yang ditemukan memiliki profil patologis yang sama, baik dari stres, infeksi, atau faktor genetika.
Kesamaan lainnya: masing-masing memiliki dua lubang melingkar ke lobus frontal dan yang ketiga di parietal. Menurut para peneliti, kemungkinan besar mereka mengalami "kekerasan mengejutkan dan ekstrem".
Metode kekuasaan dengan penyiksaan semacam itu telah lama diamati pada masyarakat kuno di wilayah tersebut. Pada budaya Paracas dan Nasca, kerap ditemukan potongan kerangka yang termutilasi. Mereka juga menghias tembikar dengan kepala korban yang sudah dipenggal.
Sementara itu, di Ica dan Acari Valley, para arkeolog menemukan ratusan trofi dari kepala yang mengalami "perubahan kondisi", seperti bagian tengkorak yang membesar, tulang belakang terangkat, jaringan lunak wajah yang terawetkan, serta mulut dan mata yang dijahit.
Di Cile, kepala-kepala manusia ditemukan dalam sebuah jaring. Kepala yang terpenggal ini berfungsi sebagai simbol kemenangan dan pengaruh yang kuat terhadap musuh. Selama beberapa masa, praktik ini tidak bisa dibuktikan, sampai peneliti menemukan tengkorak di Iglesia Colorada.
Baca Juga: Ilmuwan Buat Racikan Parfum Mesir Kuno Favorit Cleopatra, Seperti Apa?
Penanggalan radiokarbon menunjukkan bahwa kepala-kepala tersebut dipenggal di desa, pada era transisi dari Diaguita ke kekuasaan Inca. Menyiratkan bahwa memenggal kepala mungkin menjadi upaya ideologis baru untuk mengendalikan kerusuhan sosial.
Perubahan ekonomi dan politik pada saat itu memang berpotensi menciptakan stres sosial sehingga pemimpin Inca merasa perlu menegaskan dominas dan kontrol pada pengikut barunya.
Tak Hanya Cukupi Kebutuhan Gizi, Budaya Pangan Indonesia Ternyata Sudah Selaras dengan Alam
Source | : | IFL Science |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR