Selain moratorium hutan, Presiden Jokowi juga mengeluarkan larangan untuk ekspansi baru perkebunan kelapa sawit di lahan hutan dan gambut selama tiga tahun di tahun 2018.
Kebijakan ini diambil mengingat tradisi pengolahan perkebunan di Indonesia dengan membakar lahan sebelum penanaman yang meningkatkan risiko kebakaran hutan dan lahan gambut.
Pemerintahan Jokowi harus meneruskan kedua kebijakan tersebut, namun kami juga merekomendasikan moratorium untuk mencakup hutan sekunder (kawasan hutan yang tumbuh alami setelah ditebang) karena banyak dari kawasan hutan ini masih memiliki tutupan hutan yang baik dan nilai keanekaragaman hayati yang tinggi.
Baca Juga: Kebakaran Hutan Mengancam Area Rehabilitasi, Bagaimana Nasib Orangutan?
Para peneliti mencatat bahwa tingkat kehilangan tutupan pohon di Indonesia telah turun sebesar 60%, selain itu laju hilangnya hutan primer di lahan gambut yang terlindungi juga telah turun hingga 88% antara 2016 dan 2017.
Namun, mereka berpendapat bahwa laju penurunan itu dihasilkan dari berbagai faktor, tidak hanya moratorium. Faktor-faktor tersebut seperti curah hujan, penegakan hukum, dan peningkatan kesadaran publik tentang bahaya kabut asap bagi kesehatan manusia.
Apakah kebijakan moratorium kehutanan memiliki pengaruh langsung dalam mengurangi laju kerusakan hutan masih diperdebatkan. Namun, satu hal yang jelas: menghentikan pemberian izin baru perkebunan di kawasan hutan dan memulihkan hutan dan lahan gambut yang rusak adalah kunci untuk mengatasi kebakaran hutan dan lahan.
Baca Juga: Satelit Luar Angkasa Ungkap Tingkat Polusi Udara Akibat Kebakaran Hutan Amazon
Penulis | : | Bayu Dwi Mardana Kusuma |
Editor | : | Bayu Dwi Mardana Kusuma |
KOMENTAR