2. Meningkatkan transparansi dan akses publik terhadap data penggunaan hutan dan lahan
Indonesia dikenal dengan kegiatan tebas bakar untuk membuka perkebunan, terutama untuk kelapa sawit, yang ditengarai sebagai penyebab utama kebakaran hutan dan lahan tahun 2015.
Karena itu, keterbukaan data perkebunan kelapa sawit (HGU) penting untuk menunjukkan siapa yang bertanggung jawab atas area yang terbakar dan upaya untuk penegakan hukum.
Pemerintah bisa melakukan hal ini melalui penguatan “Inisiatif Satu Peta” guna mengintegrasikan seluruh peta lahan dan hutan di Indonesia dan membuka data tentang siapa yang memiliki dan mengelola perkebunan kelapa sawit.
Baca Juga: Menari Sambil Mabuk, Tradisi Piknik Musim Dingin Warga India
Sejauh ini, pemerintah belum menunjukkan kemauan politik untuk menyediakan data yang terbuka dan transparan. Pemerintahan Jokowi enggan mematuhi keputusan Mahkamah Agung di tahun 2017 untuk membuka data perizinan perkebunan kelapa sawit kepada publik.
Pakar tata kelola hutan Hariadi Kartodihardjo menyatakan bahwa keengganan pemerintah menghambat proses klarifikasi status 3,47 juta hektar perkebunan kelapa sawit yang tumpang tindih dengan kawasan hutan.
Baca Juga: Mayat Terus Bergerak Hingga Satu Tahun Setelah Kematian, Ini Penjelasan Peneliti
Data yang terbuka dan transparan merupakan syarat utama untuk mengatasi kompleksitas konflik penguasaan lahan di Indonesia. Selain itu, keterbukaan ini akan mencegah pengembangan perkebunan kelapa sawit ilegal yang sering dihubungkan dengan kebakaran hutan dan lahan gambut yang dipicu aktivitas manusia.
Sebagai kepala pemerintahan, Presiden Jokowi semestinya memiliki kekuatan untuk mengatur agenda politik negara demi mengatasi masalah-masalah di atas serta menentukan langkah strategis untuk meningkatkan partisipasi publik dan akses ke Satu Peta.
Penulis | : | Bayu Dwi Mardana Kusuma |
Editor | : | Bayu Dwi Mardana Kusuma |
KOMENTAR