Tekanan publik seperti ini tergambar dalam sebuah penelitian di tahun 2019 yang menunjukkan alasan mengapa orang tua di Tuban, Jawa Timur; Mamuju, Sulawesi Barat dan Bogor, Jawa Barat meminta dispensasi untuk anak perempuan mereka menikah meski umur mereka belum cukup.
Studi ini menunjukkan bahwa alasan orang tua meminta izin untuk menikahkan anak perempuan mereka meskipun belum cukup umur adalah karena mereka khawatir anak-anak mereka akan melakukan perzinaan, terutama ketika anak-anak mereka mulai memiliki pacar.
Kita dapat mengatasi masalah perkawinan anak dengan bekerja di tingkat akar rumput dan melibatkan komunitas terkait.
Di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, yang tingkat prevalensi pernikahan anak relatif tinggi, 25% kaum muda bekerja bersama dengan lembaga-lembaga di desa. Mereka melakukan advokasi untuk menggalang dana untuk melindungi anak perempuan agar tidak menikah di usia anak dengan memberikan informasi mengenai kesehatan dan hak reproduksi seksual.
Perkawinan anak adalah masalah kompleks yang membutuhkan kerja sama dari berbagai sektor.
Sebuah strategi di tingkat nasional yang mencakup semua masalah yang disebutkan di atas lebih dapat membantu mengurangi jumlah perkawinan anak di Indonesia.
Fahri Nur Muharom menerjemahkan artikel ini dari Bahasa inggris.
Penulis: Nadira Irdiana, Research and Advocacy Associate PUSKAPA (Center on Child Protection and Wellbeing), Universitas Indonesia
Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.
Source | : | The Conversation Indonesia |
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR