Nationalgeographic.co.id - BMKG juga mengimbau masyarakat untuk mewaspadai adanya angin kencang yang berpotensi terjadi di Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Selatan.
Peneliti iklim BMKG, Siswanto, mengatakan, kulminasi matahari di atas wilayah Indonesia menjadi salah satu pemicu terjadinya angin kencang di sejumlah wilayah di Jawa, terutama di dataran tinggi seperti di Batu, Malang dan Magelang, serta Yogyakarta.
Selain itu, angin kencang juga dipicu oleh kuatnya angin timuran dan fenomena cuaca lokal pegunungan. Selain faktor meteorologis, angin kencang yang membawa debu dan pasir ini juga dipicu terjadinya kebakaran hutan di wilayah pegunungan, seperti terjadi di Gunung Arjuna Welirang yang memicu angin kencang di wilayah Batu sehingga menimbulkan korban jiwa dan merusak sejumlah bangunan.
Baca Juga: Cuaca Panas dan Terik, Cegah Dehidrasi dengan Cara-cara Berikut
Cuaca terik dan suhu panas melanda wilayah Indonesia sejak beberapa hari terakhir. Rekor suhu tertinggi pada siang hari mencapai 38,8 derajat celsius tercatat di Makassar pada 20 Oktober 2019.
Stasiun-stasiun meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang berada di Pulau Jawa hingga Nusa Tenggara rata-rata mencatat suhu udara maksimum berkisar 35–36,5 derajat celsius pada periode 19-20 Oktober 2019. Bahkan, beberapa stasiun pengamatan mencatat suhu udara maksimum pada siang hari mencapai 37 celsius sejak 19 Oktober lalu.
Pada 20 Oktober terdapat tiga stasiun pengamatan BMKG di Sulawesi yang mencatat suhu maksimum tertinggi, yaitu Stasiun Meteorologi Hasanuddin (Makassar) 38,8 derajat celsius, diikuti Stasiun Klimatologi Maros 38,3 derajat celsius dan Stasiun Meteorologi Sangia Ni Bandera 37,8 derajat celsius.
”Suhu itu merupakan catatan suhu tertinggi dalam satu tahun terakhir, di mana pada periode Oktober pada 2018 tercatat suhu maksimum hanya mencapai 37 derajat celsius,” kata Deputi Bidang Meteorologi BMKG R Mulyono R Prabowo, di Jakarta, Selasa (22/10/2019).
Menurut Mulyono, berdasarkan persebaran suhu panas yang dominan berada di selatan khatulistiwa. Hal ini erat kaitannya dengan gerak semu matahari.
Baca Juga: Suhu Panas di Bumi Akan Melebihi Batas Normal Empat Tahun Mendatang
”Seperti yang kita ketahui pada bulan September, Matahari berada di sekitar wilayah khatulistiwa dan akan terus bergerak ke belahan Bumi selatan hingga bulan Desember. Sehingga pada bulan Oktober ini, posisi semu Matahari akan berada di sekitar wilayah Indonesia bagian selatan, seperti Sulawesi Selatan, Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara,” katanya.
Kondisi ini menyebabkan radiasi Matahari yang diterima oleh permukaan Bumi di wilayah tersebut relatif menjadi lebih banyak sehingga akan meningkatkan suhu udara pada siang hari. Selain itu, pantauan dalam dua hari terakhir, atmosfer di wilayah Indonesia bagian selatan relatif kering sehingga sangat menghambat pertumbuhan awan yang bisa berfungsi menghalangi panas terik matahari.
”Minimnya tutupan awan ini akan mendukung pemanasan permukaan yang kemudian berdampak pada meningkatnya suhu udara,” ujar Mulyono.
Gerak semu matahari merupakan suatu siklus yang biasa dan terjadi setiap tahun sehingga potensi suhu udara panas seperti ini juga dapat berulang pada periode yang sama setiap tahun.
Baca Juga: Minum Air Dingin Saat Cuaca Panas, Bagaimana Dampaknya Pada Tubuh?
Dalam waktu sekitar satu minggu ke depan masih ada potensi suhu terik di sekitar wilayah Indonesia mengingat posisi semu matahari masih akan berlanjut ke selatan dan kondisi atmosfer yang masih cukup kering sehingga potensi awan yang bisa menghalangi terik matahari juga sangat kecil pertumbuhannya.
Mulyono mengimbau masyarakat yang terdampak suhu udara panas ini untuk minum air putih yang cukup guna menghindari dehidrasi, mengenakan pakaian yang melindungi kulit dari sinar matahari jika beraktivitas di luar ruangan, serta mewaspadai aktivitas yang dapat memicu kebakaran hutan dan lahan, khususnya di wilayah-wilayah yang memiliki potensi tinggi kebakaran hutan dan lahan. (Ahmad Arif/Kompas.com)
Penulis | : | Bayu Dwi Mardana Kusuma |
Editor | : | Bayu Dwi Mardana Kusuma |
KOMENTAR