Nationalgeographic.co.id - Salah satu hal menantang dari konservasi lingkungan adalah mengidentifikasi spesies alam liar untuk mempelajari individu maupun kelompok. Perlu waktu lama dan tidak ada sumber daya yang memadai untuk melakukan tugas tersebut. Padahal, pengidentifikasian spesies berlomba dengan kepunahan satwa.
"Dengan kurangnya resources, kami terpaksa melakukan survei pada area dan ahli yang terbatas. Waktu pun tidak berpihak. Saat ini, tingkat kepunahaan sekitar 100 sampai 1000 kali lebih cepat. Kami telah menyaksikan 60% penurunan jumlah populasi dalam kurun waktu 4 tahun," ucap Aria Nagasastra, Finance and Technology Director WWF Indonesia.
WWF melibatkan ratusan ilmuwan dan ahli untuk mengoleksi data spesies tiap tahunnya. Namun, pekerjaan tersebut dirasa berat melihat karakter hewan yang pemalu dan terlalu liar untuk didekati.
Baca Juga: Leonardo da Vinci Ubah Pemetaan dari Seni Menjadi Sains
Sejak 2005, WWF Indonesia telah melakukan assessment terhadap kesehatan populasi orangutan. Mereka juga telah membangun konservasi habitatnya seluas 568.700 hektar di Taman National Sebangau, Kalimantan Tengah.
Proses assessment itu dilakukan oleh para ahli dan komunitas relawan. Setiap hari, mereka melakukan pencarian jejak populasi, mengambil foto, mengunduh gambar ke komputer dan mengirimkanya secara manual ke ahli konservasi. Butuh tiga hari untuk menganalisis ribuan foto yang terkirim. Proses ini rentan terjadi kesalahan karena besarnya data yang diolah secara manual.
Untuk itu WWF melakukan projek pilot bersama AWS (Amazon Web Services) untuk mempersingkat dan mempermudah pekerjaan.
Projek pertama dilakukan di area Punggualas, Kalimantan Tengah, yang dimulai sejak 2019. Tugas utamanya ialah mengidentifikasi individu orangutan untuk dimasukkan ke dalam data penyimpanan komputasi awan.
Caranya menggunakan machine learning dengan face recognition tool. Alat ini nantinya akan mengenali karakter individu orangutan baik dari tampilan muka, ukuran tubuh, dan karakter unik yang dimilikinya. Teknologi ini dapat secara akurat mengenali satu individu dalam tempo yang singkat.
Data disimpan pada komputasi awan Amazon S3. Kemudian gambar yang sudah di unggah menggunakan AWS Lambda nantinya di sebarkan ke AWS Interference, Sage Maker, dan API Gateway.
Machine learning diyakini Aria dapat membantu tim konservasi lapangan menemukan dan mengidentifikasi 5 individu di hutan dalam satu area.
Tingkat akurasi dan spesifikasi dalam tiap proses analisis juga meningkat, seperti pengukuran radio gender dan umur, tingkat viabilitas tiap-tiap populasi
Source | : | Konferensi pers daring WWF Indonesia dan AWS |
Penulis | : | Fikri Muhammad |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR