Nationalgeographic.co.id - Tiap negara memiliki ekspor khasnya. Dalam hal ini, Denmark memiliki perabotan modern, bir, dan kue. Namun, yang paling terkenal ialah mainan kecil LEGO yang menjual lebih dari 75 miliar bata plastik pada 2016.
Kesuksesan LEGO sebagai mainan paling ikonik di dunia tidak akan terjadi jika tidak adanya peristiwa kebakaran dan kecerdikan seorang tukang kayu di belakangnya. Sebagai salah satu kisah comeback bisnis yang hebat menurut History.
Kisah LEGO dimulai di sebuah toko kayu Denmark di Desa Billund. Seorang tukang kayu sederhana yang ambisius, Ole Kirk Christiansen mengubah kecintanya bermain dengan kayu menjadi sebuah bisnis dan membuka tokonya sendiri pada 1916. Ia menghasilkan furnitur seperti tangga, bangku, dan papan setrika.
Di saat Ole ingin memperluas bisnisnya yang sukses pada 1924, putra-putranya tak sengaja membuat serpihan kayu yang memantik api sehingga toko dan rumah keluarganya terbakar.
Baca Juga: Histeria Beatlemania Saat Pendaratan Pertama The Beatles di AS
Tragedi terus berlanjut, kehancuran pasar saham Amerika 1929 menjerumuskan dunia ke dalam depresi. Lebih buruknya, istri Ole meninggal pada tahun 1932. Karena tertimpa bencana pribadi dan keuangan, Ole memecat banyak stafnya dan berjuang memenuhi kebutuhan hidup.
Ole membuat keputusan sulit, ia menggunakan sisa-sisa kayunya menjadi barang-barang murah yang bisa dijual, diantaranya ialah mainan.
Mulanya keputusan itu tidak membuahkan hasil. Ole benar-benar tergelincir ke dalam kebangkrutan namun ia menolak untuk berhenti membuat mainan. Kecintaannya pada mainan lah yang mendorong perusahaan maju. Dia bahkan mengganti nama perusahaan untuk mencerminkan arah barunya. Leg godt dalam bahasa Denmark berarti "bermain dengan baik" menjadi LEGO.
Ole membuat prototipe untuk model-model mobil dan binatang. Mainan tariknya yang menggemaskan memperoleh basis penggemar nasional. Bebek kayu yang paruhnya terbuka dan tertutup saat ditarik, sekarang menjadi barang koleksi yang diidamkan.
Ketika Jerman menduduki Denmark pada 1942, kebakaran lain mengancam mata pencaharian Ole ketika seluruh pabriknya sekali lagi terbakar. Namun saat itu ia cukup mapan, tidak hanya bangkit kembali, tetapi juga untuk melihat ke depan.
Ketika Perang Dunia II berakhir, banyak produksi manufaktur tradisional kekurangan bahan materialnya. Para produsen itu melihat kemajuan dalam plastik sebagai alternatif murah untuk produksi.
Source | : | History |
Penulis | : | Fikri Muhammad |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR