Nationalgeographic.co.id - Kemerdekaan Indonesia memang sudah dikumandangkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Namun situasi di dalam negeri masih tidak menentu. Belanda masih terus berusaha untuk mengambil alih Indonesia selama tahun 1946 hingga 1949.
Pemerintah Indonesia tentu perlu menjaga berbagai informasi dan komunikasi agar aman dari pihak Belanda. Sedikit saja lengah, musuh dapat mudah memanfaatkannya.
Baca Juga: Semangat Merawat dan Meruwat Warisan Lokomotif Hindia Belanda
"Indonesia merasa tidak aman, apalagi ada beberapa informasi yang bocor," kata Tampil Chandra Noor Gultom, Subbag Infomed-Bagian Humas dan Kerja sama Museum Sandi.
Pada masa itu Indonesia masih belum memiliki sistem pengamanan informasi yang baik bila dibandingkan dengan negara lain. Indonesia juga belum memiliki sebuah sistem pengamanan informasi yang bersifat rahasia secara bersama.
Tampil, pria yang selalu menganggap dirinya adalah pemandu museum ini menambahkan bahwa sistem persandian yang ada saat itu hanya sistem persandian yang terpisah-pisah dan dikelola oleh masing-masing kementerian.
Sistem persandian yang digunakan untuk menyembunyikan informasi ini pun masih sangat sederhana dan sama sekali tidak didukung dengan pengetahuan mengenai kriptologi.
"Jika kurir tertangkap, Belanda dengan mudah memecahkan sandi-sandi tersebut," ucap Tampil. Informasi yang dibawa oleh kurir berisi perintah-perintah untuk melaksanakan suatu operasi. Jika sampai terpecahkan, operasi bisa gagal
Kondisi yang mendesak untuk mengamankan informasi ini membuat Menteri Pertahanan saat itu, Amir Syarifoeddin meminta Dr. Roebiono Kertopati untuk membuat sistem sandi atau kode yang akan digunakan oleh seluruh kementerian secara kesatuan.
Dr. Roebiono dipilih karena ia telah memiliki beberapa pengalaman dalam bidang intelijen. Kepintarannya tak diragukan lagi. Ia pun menguasai empat bahasa serta mampu menulis dengan dua tangan dalam waktu bersamaan.
Dalam Buku Konsep Naskah Sejarah Persandian di Indonesia terbitan Jakarta 1986 menyebut bahwa sistem sandi bikinan Dr. Roebiono dapat dikategorikan sebagai sistem yang kuat.
Baca Juga: 75 Tahun Berlalu, Bagaimana Kronologi Serangan Bom Atom di Hiroshima?
Dibutuhkan sebuah buku acuan untuk memecahkan sandi-sandi tersebut. Roebiono menulis Buku Kode C, berisi 10.000 kata termasuk tanda baca, awalan dan akhiran, penamaan serta bentuk lain yang dijumpai dalam teks berita.
Buku yang kemudian digandakan sebanyak 6 eksemplar inilah yang menjadi acuan dalam pembuatan dan pembacaan sandi Indonesia. Sandi akan sulit terpecahkan, kecuali Buku Code C jatuh ke tangan musuh.
Kesuksesan pembuatan sandi ini akhirnya berhasil menghubungkan informasi rahasia di wilayah kedaulatan Indonesia serta delegasi Indonesia di berbagai negara.
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR