“Kalau kita bicara sepakbola Indonesia, tapi nggak bicarain Mohammad Husni Thamrin, itu kayak durhaka.”
Nationalgeographic.co.id—127 tahun lalu, 16 Februari 1894, di kawasan yang dulu disebut dengan istilah Weltevreden, Batavia, lahir seorang putra bangsa yang di kemudian hari dikenal sebagai pribadi yang peduli dan selalu terlibat dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia. Namanya Mohammad Husni Thamrin. Ia kemudian dikenal sebagai tokoh Betawi dan mendapat gelar sebagai pahlawan nasional Indonesia.
M.H. Thamrin –demikian namanya kerap disingkat– tidak hanya punya peran penting dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia. Ternyata dia juga memiliki andil besar dalam sejarah persepakbolaan Indonesia.
“Kalau kita bicara sepakbola Indonesia, tapi nggak bicarain Mohammad Husni Thamrin, itu kayak durhaka,” kata JJ Rizal, sejarawan Indonesia, dalam acara diskusi 127 Tahun M.H. Thamrin, Selasa (16/2/2021).
Baca Juga: Menelusuri Kapal Perang Dunia II Belanda yang Terbenam di Laut Jawa
Menurut JJ Rizal, sepakbola Indonesia dan M.H. Thamrin adalah “ibarat gigi dan gusi, sangat dekat sekali.” Saat kita membicarakan peran besar M.H. Thamrin bagi sepakbola nasional, otomatis sebenarnya kita sedang membicarakan juga dunia pergerakan kebangsaan Indonesia.
“Husni Thamrin ini tokoh pergerakan nasional yang penting. Ketika tokoh-tokoh kebangsaan lain ditangkap, dibuang, dia bergerak sendiri melalui sistem yang resmi. Nah dari situ kita bisa lihat bagaimana Husni Thamrin sebagai seorang penggila bola itu menggunakan seluruh medium untuk pergerakan kebangsaan, termasuk sepakbola,” tutur JJ Rizal.
Hal itu tercermin saat M.H. Thamrin rela menggunakan uang pribadinya untuk membangun stadion sepakbola milik pribumi pertama di Indonesia yang berstandar internasional. Kala itu pada 1928, di masa kolonialisme Belanda, ada kebakaran di Pasar Baru, Jakarta (dulu Batavia). Ada dua perkumpulan (bond) sepakbola yang kemudian mencoba mengadakan pertandingan amal untuk membantu korban kebakaran tersebut.
Baca Juga: Manisnya Pabrik Gula Era Hindia Belanda yang Kini Masih Terasa
Mereka, para anggota perkumpulan-perkumpulan sepakbola pribumi di Batavia yang merupakan orang-orang Betawi itu, kemudian mencari stadion sepakbola yang dianggap pantas menjadi tempat pertandingan tersebut. Sayangnya, masa itu, semua stadion sepakbola yang bagus di Batavia adalah kepunyaan orang-orang Belanda. Bahkan di depan setiap stadion sepakbola itu selalu ada tulisan Belanda yang artinya, "Dilarang masuk untuk pribumi dan anjing.”
“Kalau (orang Indonesia) ingin pinjam stadion itu, pasti nggak boleh,” kata JJ Rizal.
Akhirnya mereka mendatangi Mohammad Husni Thamrin, tokoh Betawi yang saat itu menjabat sebagai anggota Volksraad, semacam dewan perwakilan rakyat Hindia Belanda. Dalam bahasa Belanda, Volksraad sendiri berarti "Dewan Rakyat".
Di Volksraad M.H. Thamrin telah menyuarakan keinginan rakyat Indonesia untuk meminjam stadion sepakbola, tapi tak didengarkan. Akhirnya, mengeluarkan uang pribadinya untuk membeli dan membangun stadion sendiri.
Baca Juga: Jung Jawa, Kapal Raksasa Penguasa Lautan Nusantara yang Telah Hilang
“Dia keluarin duit pribadinya 2.000 gulden, makanya ada bond sepakbola pribumi pertama punya stadion dengan standar internasional,” tutur JJ Rizal. “Itu setara gaji satu tahun pejabat tinggi di Batavia.”
Stadion sepakbola itu berdiri di daerah yang kini disebut Petojo, Jakarta Pusat. Dari stadion itu pula M.H. Thamrin akhirnya membuat perkumpulan sepakbola yang semula bernama Vorstenlandsche Voetbal Bond (VVB) Jakarta. Setahun kemudian, 28 November 1929, perkumpulan sepakbola itu berganti nama menjadi Voetbalbond Indonesische Jacatra (VIJ). Dan nama stadion sepakbola menjadi tempat klub sepakbola tersebut pun menjadi Stadion VIJ.
“Jadi perkumpulan sepakbola pertama yang pakai kata Indonesia ya cuma di Jakarta dan itu karena pengaruh Mohammad Husni Thamrin,” ungkap JJ Rizal. “Jadi bayangin hanya selang satu tahun dari Sumpah Pemuda (1928) itu berdiri VIJ. Menggunakan kata Indonesia sebagai organisasi sepakbola.”
Jadi, JJ Rizal menegaskan, sepakbola juga menumbuhkan rasa nasionalisme dan turut mendukung pergerakan nasional.
Baca Juga: Gedung Thamrin, Saksi Sejarah Bangsa Indonesia
Pada 1932 ketika Soekarno bebas dari Penjara Sukamiskin di Bandung, M.H. Thamrin menjemputnya dan membawanya ke Stadion VIJ di Batavia. Soekarno diminta untuk “melakukan kick off pertama” di sebuah pertandingan di stadion tersebut. Peristiwa tersebut sekaligus mengumumkan kepada banyak orang di Batavia bahwa Soekarno telah bebas.
“Maka semua itu menunjukkan bahwa sepakbola adalah bagian dari pergerakan kebangsaan, dan pergerakan kebangsaan sudah pulih dengan hadirnya Soekarno ke tengah lapangan pergerakan.”
M.H. Thamrin yang merupakan politisi dan pejuang kemerdekaan Indonesia di era Hindia Belanda mendorong para anggota perkumpulan-perkumpulan sepakbola di Batavia untuk membuat perkumpulan sepakbola yang bersifat nasional. “Thamrin mendorong lagi bahwa persatuan itu nggak cukup hanya dengan bond-bond sepakbola di Jakarta. Jadi dia mendorong untuk membuat bond sepakbola tingkat Indonesia, tingkat nasional,” tutur JJ Rizal.
“Nah orang-orang dari VIJ inilah yang mendorong ide membuat bond sepakbola yang sifatnya nasional atau Indonesia. Jadi bergeraklah anak-anak VIJ ini untuk menyatukan bond-bond sepakbola yang ada di Solo, Mataram, Surabaya untuk membuat perkumpulan yang sifatnya nasional. Jadi ide persatuan itu juga bergerak di lapangan sepakbola."
Baca Juga: Kematian Suporter Persija: Rivalitas di Indonesia Terlampau Kejam
Akhirnya, pada 19 April 1930 berdirilah Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) dengan Soeratin Sosrosoegondo dari Yogyakarta menjadi ketua umum pertamanya. Seperti yang dikatakan JJ Rizal, terbentuknya PSSI ini tak lepas dari peran orang-orang VIJ. Sebelumnya PSSI resmi didirikan, pada awal 1930 Soeratin sempat berkunjung ke Batavia dan menginap di suatu hotel di Jalan Kramat. Salah satu senior dari VIJ kemudian mendatanginya dan memintanya untuk membuat perkumpulan sepakbola nasional Indonesia.
“Jadi bisa kita katakan sejarah sepakbola di Jakarta ini bukan hanya sepakbola Jakarta, tapi juga sejarah sepakbola nasional. Dan di situ ada peranan penting orang yang namanya Mohammad Husni Thamrin,” tegas JJ Rizal.
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR