Para peneliti di atas menggunakan teknik yang disebut penanggalan radiometrik untuk mengukur keberadaan senyawa untuk menempatkan spesimen dalam 100.000 tahun pertama setelah akhir zaman kapur 66 juta tahun lalu. Menjadikan fosil temuan itu dalah primata tertua yang diketahui.
Setelah meneliti fragmen tulang raham Purgatorius dari Hell Creek, tim jadi yakin bahwa mereka telah mengidentifikasi spesies baru selain sisa-sisa spesies Purgatorius janisae. Mereka menamai spesies baru itu Purgatorius mckeeveri berdasarkan nama peternak Montana yang mengizinkan para peneliti bekerja di tanah mereka.
Keberadaan dua spesies itu menunjukan bahwa garis keturunan plesiadapiforms membentang kembali ke zaman kapur. Maka menimbulkan pertanyaan bagaimana nenek moyangkita selamat dari peristiwa kepunahan masal tersebut.
Para ilmuwan telah lama berhipotesis bahwa salah satu karakteristik primata awal berbeda dengan mamalia lain. Seperti preferensi makanan mereka.
Baca Juga: Figur Karakter Film Berperan Membangkitkan Kajian Fiksi-Sains
Pada dunia keilmuwan, ada dua aliran pemikiran tentang asal usul primata. Beberapa percaya bahwa garis keturunanya bermula sekitar 56 juta tahun lalu, ketika hewan dengan karakteristik kunci dengan primata moderen muncul dalam catatan fosil. Sementara yang lainnya berpendapat bahwa "anda harus melihat lebih jauh ke belakang" atau lebih tua dari 56 juta tahun itu.
Keturunan primata plesiadapiforms, sekelompok mamalia yang tekenal memiliki gigi dan kerangka primata masa kini pernah telacak. Hewan ini tidak memiliki mata yang menghadap ke depan dan otak yang besar dari primata yang masih hidup. Walaupun itu masih menyimpan perdebatan apakah plesiadapiforms adalah primata sejati atau tidak.
Tetapi, pada tahun 1965, tim ilmuwan menemukan fosil gigi dari genus tertua plesiadapiforms, yakni Purgatorius. Gigi-gigi itu berumur 63 juta tahun yang lalu, dan penemuan fosil itu kemudian mendorong keberadaan genus ke 65 juta tahun yang lalu.
Baca Juga: Satu Tahun GRID STORE: Tersedia Layanan Pelanggan Majalah-el Berdiskon
Source | : | National Geographic,Jurnal Royal Society Open Science |
Penulis | : | Fikri Muhammad |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR