Nationalgeographic.co.id—Naskah Djalan Sampoerna, merupakan kisah nyata tentang cinta pertama seorang bernama Sutjipto era 1920-an. Naskah itu menjadi sebuah autobiografi, yang dibukukan oleh Amen Budiman dengan judul Jalan Hidupku, Autobiografi Seorang Gay Priyayi Jawa Awal Abad XX, terbit pada 1992
Amen menulis dalam pengantar singkatnya, bahwa buku ini baik untuk studi serius tentang sejarah homoseksual di masa kolonialisme Hindia Belanda. Kisah ini juga memiliki nilai keyakinan tinggi bagi peneliti yang tertarik dengan adat istiadat lokal.
Sutjipto, merupakan seorang putra dari penjaga kasir di suatu Pabrik di Surabaya. Ia tinggal di kawasan Krian ketika masih sangat kecil, dan belajar di sekolah dasar Eropa di Mojokerto.
Suatu ketika ia hendak menonton pertunjukkan wayang orang di suatu pendopo. Saking ramainya, Sutjipto harus pandai-pandai mencari titik terbaik untuk menonton. Lalu seorang pria Belanda mengejutkannya di tengah-tengah usahanya.
Baca Juga: Merenungkan Gender
"Jadi kamu sudah menonton pertunjukan, Dik,?" tanya pria itu.
Sutjipto bertanya, "Siapa kamu?"
"Teman barumu," jawab pria itu lembut seraya hendak menarik lengan Sutjipto.
Ketika hampir saling bersentuhan, Sutjipto mendesak agar badannya jangan disentuh karena basah kuyup kehujanan.
"Tak masalah," kata pria itu. "Pulanglah denganku, ke rumahku. Di sana kamu bisa berganti pakaian hangat..."
Singkatnya, mereka bercinta di kediaman pria Belanda itu. Sutjipto pun mengakui, bahwa dirinya juga jatuh cinta dengannya, dan menganggapnya sebagai cinta pertamanya.
Selain autobiografinya, Sutjipto juga memiliki pandangan membagi dunia percintaan dalam empat jenis: lelaki yang menyukai perempuan, lelaki yang menyukai lelaki, lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki demi uang tetapi sebenarnya menyukai perempan, lelaki yang menyukai lelaki dan bertingkah seperti perempuan.
Naskah asli Djalan Sampoerna itu, kini berada di Perpustakaan Nasional di katalog Indonesische Handschriften yang dikumpulkan Prof. Dr. R. Ng. Poerbatjaraka.
Sejatinya, homoseksual sudah menjadi bagian tradisi di Nusantara. Berdasarkan pengamatan Snouck Hugronje dalam Atjeh Verslag pada 1892, ia mengamati pria Aceh menyukai budak laki-laki Nias. Budak-budak itu biasanya dilatih Rateb seudati Rateb.
Baca Juga: Perempuan Nusantara dalam Lingkungan Patriarki Hindia Belanda
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR