Proses penggenangan yang dilakukan proyek itu pun juga sudah direncanakan agar tak mengenai Areal Penggunaan Lain (APL) di lahan konservasi. APL itu merupakan tempat warga melakukan aktivitas, dan kadang menjadi tempat aktivitas orangutan.
"[Genangan] kita itu enggak ada tempat penduduk di sana. Kosong," ujarnya kepada National Geographic Indonesia, Senin (12/04/2021). "Ini konturnya [penampung air PLTA], ini curam banget. Jadi menggenangi bawah saja. Kita pakai apa adanya, 1/3 kontur itu tenggelam."
Apabila ada proyeksi bahwa PLTA ini akan menghilangkan 9.600 hektare pada 2022, ungkap Ismanto, proyeksi itu tidak berdasar karena pada kenyataannya areal genangan totalnya 90 hektare termasuk "areal genangan baru 66 hektare, bukan 9.600 hektare."
PLTA Batang Toru adalah PLTA Run-of River, yang mengandalkan keteraturan suplai air sehingga membutuhkan daerah aliran sungai yang bagus. Kawasan proyek pun dibangun tanpa merelokasi warga. Kemudian, ia merujuk pada diagram pemetaan dari publikasi di Current Biology yang terbit pada 2018. "Jadi bukan yang [area] cokelat tadi yang diblok," imbuhnya merujuk Area Penggunaan Lain.
Dalam laporan itu, para ilmuwan (Sloan et al., 2018) menyarankan agar jalan yang membagi sub-populasi orangutan bisa saling berbaur. Jalan yang dimaksud itu berada Jalan Trans-Sumatra di sekitar Desa Hutaimbaru.
Baca Juga: Teknologi Machine Learning Bantu Selamatkan Pelestarian Orangutan
Cara itu menurut Ismanto, tak bisa diterapkan karena jalanan di sana sudah lama untuk menghubungkan kota, dan di dalam rutenya ada perkampungan warga.
Ia menyarankan, supaya orangutan Tapanuli tidak punah karena genetik, ada cara yang bisa dilakukan dengan pertemuan buatan seperti: pemindahan beberapa individu ke kelompok lain agar bisa kawin, atau dibuatkan jembatan penyeberangan orangutan.
Perburuan orangutan Tapanuli juga diungkap sebagai sumber kepunahan oleh para ilmuwan. Aktivitas manusia lainnya juga kerap mempersekusi kepada mereka setiap bertemunya orangutan dan masyarakat.
Ismanto menyebut perburuan biasanya dilakukan oleh orang luar daerah sana, atau pendatang. Sebab masyarakat di perkampungan sekitar konservasi memegang teguh tradisi yang menganggap orangutan keramat.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR