Aron Meltzner, Asisten Profesor dari Earth Observatory of Singapore di NTU yang juga terlibat dalam penulisan studi ini, menambahkan bahwa studi ini telah menjawab rasa penasarannya. “Ketika kami pertama kali menemukan karang-karang ini lebih dari satu dekade yang lalu, kami tahu dari pola pertumbuhannya bahwa sesuatu yang aneh pasti sedang terjadi saat mereka tumbuh. Sekarang kami akhirnya memiliki penjelasan yang layak."
Dalam laporan studi atas penemuan tersebut, yang terbit di jurnal Nature Geoscience pada bulan Mei 2021, para peneliti tersebut menyatakan bahwa penilaian risiko gempa saat ini mungkin telah mengabaikan peristiwa-peristiwa selip lambat yang sedang berlangsung dan sebenarnya telah teramati. Oleh karenanya, kita cenderung tidak mempertimbangkan dengan tepat potensi peristiwa-peristiwa selip lambat yang dapat memicu gempa bumi dan tsunami di masa depan.
Mallick menegaskan, "Jika peristiwa serupa diamati mengarah ke gempa-gempa di tempat lain, proses ini pada akhirnya dapat dikenali sebagai pendahulu gempa."
Baca Juga: Mengapa Gempa Malang Menimbulkan Guncangan dan Kerusakan yang Luas?
Kemungkinan gempa 'gerak lambat' sedang berlangsung di Pulau Enggano
Yang perlu menjadi perhatian masyarakat Indonesia, tim peneliti NTU juga menemukan adanya tanda gempa "gerak lambat" yang sedang terjadi di Pulau Enggano, sebuah pulau lainnya di Sumatra. Berdasarkan metodologi yang sama dalam penelitian ini, tim NTU tersebut menyoroti adanya potensi peristiwa longsoran lambat berlarut-larut yang sedang berlangsung di Pulau Enggano, Indonesia, yang terletak sekitar 100 kilometer (60 mil) barat daya Sumatra.
Aaron Meltzner mengatakan, “Jika temuan kami benar, ini berarti masyarakat yang tinggal di sekitar pulau Indonesia ini berpotensi menghadapi risiko tsunami dan gempa bumi yang lebih tinggi daripada yang diperkirakan sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa model risiko dan strategi mitigasi perlu diperbarui."
Source | : | Nanyang Technological University |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR