Tim NTU membuat penemuan mengejutkan saat mempelajari karang-karang purba yang disebut sebagai 'mikroatol' di Pulau Simeulue, yang terletak di lepas pantai Sumatra. Tumbuh dari dasar laut ke samping dan ke atas, mikroatol-mikroatol karang yang berbentuk cakram ini adalah pencatat alami perubahan permukaan laut dan ketinggian tanah, melalui pola pertumbuhannya yang terlihat.
Menggunakan data dari mikroatol-mikroatol tersebut dan menggabungkannya dengan simulasi gerakan lempeng-lempeng tektonik Bumi, tim NTU menemukan bahwa sejak 1829 hingga gempa bumi Sumatra pada 1861, Pulau Simeulue tenggara tenggelam lebih cepat ke laut daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Peristiwa selip lambat ini merupakan proses bertahap yang menghilangkan tekanan di bagian dangkal tempat dua lempeng tektonik bertemu, kata tim NTU. Namun, tekanan ini kemudian berpindah ke segmen tetangga yang lebih dalam, yang berpuncak pada gempa bumi dan tsunami berkekuatan 8,5 skala Richter pada tahun 1861 yang menyebabkan kerusakan besar dan korban jiwa.
Baca Juga: Melihat Ulang Ancaman Sesar Lembang yang Disebut Membahayakan Bandung
Penemuan ini menandai peristiwa selip lambat terpanjang yang pernah tercatat dan akan mengubah perspektif global tentang rentang waktu dan mekanisme fenomena tersebut, kata tim NTU. Para ilmuwan sebelumnya percaya bahwa peristiwa longsoran lambat hanya terjadi selama berjam-jam atau berbulan-bulan, tetapi penelitian NTU menunjukkan bahwa mereka sebenarnya dapat berlangsung selama beberapa dekade tanpa memicu guncangan dan tsunami yang menghancurkan seperti yang terlihat dalam catatan sejarah.
Penulis utama studi tersebut, Rishav Mallick, seorang mahasiswa PhD di Asian School of Environment di NTU, mengatakan temuan ini sangat menarik dan dapat diadopsi untuk penelitian-penelitian lebih lanjut di masa depan. “Sungguh menarik betapa banyak yang dapat kami temukan dari hanya segelintir situs karang yang berlokasi ideal," ujarnya.
"Berkat masa hidup yang lama dari karang-karang purba, kami dapat menyelidiki dan menemukan jawaban atas rahasia masa lalu. Metode yang kami adopsi dalam makalah ini juga akan berguna untuk studi-studi di masa depan tentang zona-zona subduksi lainnya --tempat-tempat yang rawan gempa bumi, tsunami, dan letusan gunung berapi. Oleh karena itu, penelitian kami dapat berkontribusi pada penilaian risiko yang lebih baik di masa depan," tutur Mallick, seperti dikutip dari keterangan pers tertulis NTU.
Baca Juga: BNPB Belajar Mitigasi Tsunami dari Smong, Kearifan dari Simeulue
Source | : | Nanyang Technological University |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR