Kekuatan yang mendorong siklus ini sangat kompleks, dan tidak ada yang lebih nyata daripada di puncak bergerigi sepanjang 1.400 mil yang membentuk Himalaya. Memahami dasar-dasar yang mendasari wilayah Himalaya ini sangat penting untuk memahami risiko lokal gempa bumi yang mengancam ratusan juta orang yang hidup dalam bayang-bayang pegunungan tersebut.
Baca Juga: Ratusan Tulang Manusia Ditemukan di Danau Himalaya, Milik Siapa?
Dalam makalah hasil studi terbaru yang diterbitkan di jurnal Nature Reviews, Dal Zilio dan rekan-rekannya telah menggabungkan hasil dari lebih dari 200 studi geologi Himalaya sebelumnya untuk menjabarkan mekanisme rumit di balik pernapasan geologis pegunungan tersebut.
Karena "napas" geologi serupa telah didokumentasikan di seluruh dunia, pekerjaan baru ini adalah kunci untuk memahami proses yang membentuk banyak pegunungan di bumi dan mencari tahu risiko yang mungkin ditimbulkan oleh pegunungan-pegunungan tersebut.
Hamparan luas Himalaya dan kompleksitas geologisnya menjadikannya laboratorium alam yang hebat, kata salah penulis dalam studi ini, Judith Hubbard, ahli geologi struktural dari Nanyang Technological University (NTU) di Singapura.
“Ini hampir seperti Bumi yang menjalankan eksperimen untuk kita,” katanya kepada National Geographic.
Lempeng tektonik planet ini terus bergerak, membentuk kembali permukaannya saat mereka berpisah dan bertabrakan. Himalaya adalah hasil dramatis dari salah satu tumpukan tektonik semacam itu sekitar 50 juta tahun yang lalu, ketika lempeng benua India menabrak lempeng Eurasia.
Sampai hari ini India terus bergerak ke utara dengan kecepatan hampir dua inci setiap tahun. Tapi daratan tersebut tidak meluncur mulus di bawah Eurasia. Dan saat India menekan, lempeng Eurasia menggembung dan membengkak.
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR