Nationalgeographic.co.id—Mungkin tidak ada dokter dalam sejarah yang lebih terkenal daripada Hippokrates. Banyak mahasiswa kedokteran saat ini masih bersumpah dengan sumpah dokter yang lawas untuk mematuhi prinsip medis yang etis. Sedangkan hidupnya keruh (bahkan diperdebatkan apakah dia menulis sumpah atau hanya mencantumkan namanya). Hippokrates telah secara luas dianggap sebagai "Bapak Kedokteran Barat."
Arkeolog sekarang meyakini bahwa mereka telah menemukan salah satu resep medis dokter kuno selama merenovasi perpustakaan tertua di dunia.
Saat melakukan perbaikan di Biara St. Catherine di Sinai Selatan, sebuah wilayah terpencil di sebuah semenanjung di timur laut Mesir. Perpustakaan, yang didirikan antara 548 dan 565, adalah perpustakaan tertua yang terus beroperasi di dunia. Perpustakaan biara ini menyimpan koleksi terbesar kedua dari naskah kuno dan manuskrip di dunia, hanya kalah jumlah dibandingkan Perpustakaan Vatikan. Perpustakaan dalam biara ini berisi manuskrip dan buku berbahasa Yunani, Kristen Palestina Aram, Suriah, Georgia, Arab, Etiopia, Latin, Armenia, Slavonik, dan bahasa Ibrani yang sangat langka.
Para pendeta menyatakan telah menemukan naskah abad keenam milik sang dokter. Penemuan tersebut diumumkan oleh kedua pemerintahan, Mesir dan Yunani, yang bekerja sama dengan para peneliti dari Yunani.
Naskah tersebut berisikan resep medis yang menurut para peneliti, ada hubungannya dengan Hippokrates, ditambah dengan tiga gambar resep ramuan herbal yang ditulis oleh seorang juru tulis tanpa nama.
Naskah itu adalah salah satu naskah dari perpustakaan terkemuka, naskah palimpsest Sinai. Palimpsest adalah selembar naskah yang mana tulisan aslinya telah dihapus agar lembarannya bisa dipakai untuk menulis lagi, tetapi bekas tulisannya tetap ada. Palimpsests itu terbuat dari kulit yang diregangkan dan mahal untuk diproduksi pada saat itu, karena pembuatannya sulit dan melelahkan.
Dalam kasus resep obat Hippocratik yang baru ditemukan ini, lapisan kedua teks Alkitab yang dikenal sebagai "Naskah Sinaitik" ditulis di atas naskah pertama. Teks tersebut diperiksa oleh para peneliti di Early Manuscripts Electronic Library (EMEL), yang memiliki kemitraan berkelanjutan dengan Biara St. Catherine.
EMEL menggunakan penggambaran spektral untuk membaca palimpsests. Teknik ini mampu mengungkap teks tersembunyi yang tidak bisa dilihat dengan mata telanjang, yang berada di balik lapisan teks kedua.
"Naskah yang berisi tiga teks medis ini, akan terdaftar di antara naskah tertua dan paling penting di dunia." Kata peneliti EMEL, Michael Phelps pada surat kabar Mesir Asharq Al-Aswat.
Baca Juga: Arkeolog Menemukan 250 Makam Purba yang Terbuat dari Batu di Mesir
Sekitar 130 palimpsests diketahui berada di Biara St. Catherine, dan isi tulisan yang telah terhapus dan ditimpa tulisan lagi, sebagian besar tidak diketahui.
Wilayah yang berada di bagian gurun yang relatif terpencil tersebut, pertama kali digunakan pada abad ke-3 atau ke-4 oleh para pendeta dan ulama. Karena tembok dan gereja yang mengelilingi lokasi bersejarah telah dibangun sejak abad ke-6, Biara tersebut pun telah dihuni oleh para pendeta sejak saat itu. Sebagian kecil pendeta tinggal dan bekerja di wihara hari ini di mana mereka melihat-lihat, mengamati, praktik yang tidak berubah selama berabad-abad lalu.
Baca Juga: Mengungkap Identitas Orang-Orang yang Membangun Piramida Mesir Kuno
Perpustakaan itu sendiri berisi sekitar 3.300 naskah yang terutama ditulis dalam bahasa Yunani; Namun, teks yang ditulis dalam bahasa Aramik Kristen Palestina, Syria, Georgia, Arab, dan Latin juga telah ditemukan.
Biara St. Catherine adalah biara Kristen tertua dan terus menerus dihuni di dunia. Ini adalah situs Warisan Dunia UNESCO dan terletak di wilayah yang suci bagi umat Kristen, Yahudi dan Muslim. Koleksi biara ini berada di urutan kedua setelah Perpustakaan Vatikan. Akses ke koleksinya selalu sulit karena ketegangan yang menumpuk dalam iklim politik di tempat itu. Selain mengungkap konten tersembunyi dari biara, proyek tersebut juga mengawetkan material yang rapuh.
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR