Para karyawan mendengar bahwa restoran di lantai lima telah tutup karena telah ditemukan retakan. Sorenya, lantai empat juga ditutup untuk kegiatan niaga. Namun, sisa-sisa toko masih buka karena masih melayani pelanggan-pelanggan yang usai bekerja.
Sekitar pukul lima sore, ada ledakan keras dari lantai atas. Beberapa menit kemudian terdengar ledakan lagi, kali ini lebih keras. Alarm gedung mulai berbunyi dan orang-orang mulai panik.
Park Seung-Hyun, seorang karyawan berusia 19 tahun kala itu menggambarkan momen tersebut.
"Dari seberang toko terdengar suara seperti kereta bawah tanah memasuki stasiun, dan ketika kami mendengar suara itu, orang-orang mulai berlarian kesana kemari. Tiba-tiba sepotong beton jatuh di kepala saya dan saya pingsan," ingatnya.
"Setelah saya terbangun, saya benar-benar dikelilingi oleh kegelapan dan semua sisi di sekitar saya tertutup. Tidak ada ruangan. Saya berteriak minta tolong dan menggedor pipa baja di samping saya, tetapi mereka tidak bisa mendengar saya dari luar," tambahnya.
Baca Juga: Laksamana Yi Sun-Shin: Strategi Pertempuran Laut dan Kapal Kura-Kura
Seorang teman Park bernama Seo Hye-Jin seharusnya menemuinya setelah bekerja. Tetapi dia melihat bangunan itu runtuh.
"Saya terkejut. Begitu banyak yang terluka dan berdarah. Orang mati dibawa pergi. Aku mulai mengacak-ngacak puing dengan tanganku. Saya terus menggali. Saya tidak tahu mengapa saya melakukannya, saya hanya perlu melakukan sesuatu," kena Seo Hye-Jin.
Tim penyelamat profesional dengan cepat berada di tempat kejadian. Ahn Kyung-Wook, seorang petugas pemadam kebakaran, ada di antara mereka.
"Dalam satu kata, itu adalah neraka. Itu membuat saya bertanya-tanya bagaimana ini bisa terjadi dalam masyarakat normal, bukan dalam kondisi perang. Saya merasa sia-sia dan sangat terkejut dengan proporsi bencana yang sangat besar," kenangnya.
Baca Juga: Ketika Perang Dingin Memecah Korea Menjadi Dua
Source | : | Great Disaster |
Penulis | : | Fikri Muhammad |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR