Warung kopi adalah satu dari sekian ruang tempat masyarakat untuk berinteraksi, bercengkrama, dan mencari inspirasi.
Dalam beberapa kasus, warung kopi juga menjadi jalur pewarisan budaya lisan. Kisah-kisah jenaka “Yong Dollah” di kalangan orang Melayu Bengkalis adalah salah satu tradisi lisan yang diserbarluaskan dan diwariskan ke generasi muda, di kedai kopi, di waktu senggang.
Aktivitas waktu senggang ini populer dikenal sebagai “kahwe”. Di kalangan orang Melayu di Sumatra Barat, kata serupa dikenal sebagai nama minuman: “Kahwa Daun” atau “Air Kawa”. Teh herbal yang merupakan produk pangan kearifan lokal ini dibuat dari daun kopi yang dikeringkan dengan cara didiang dan kemudian diseduh dengan air panas di tempat penyimpanannya yang berupa “perian bambu” bertutup ijuk. “Air Kawa” disajikan dengan tempurung kelapa sebagai cangkir. “Kahwe”, “Kahwa”, dan “Kawa” berasal dari kata kahwa—bahasa Arab yang pada masa kini dipahami sebagai Arabic Coffee.
Berbeda dengan kopi “standar”, kahwa (Arabic Coffee) diseduh dengan memasak kopi dan air di atas bara, lalu dicampur dengan pilihan rempah seperti kapulaga atau safron. Untuk menambahkan rasa manis, bukan gula yang tersedia, tetapi buah kurma matang biasanya dihidangkan bersama untuk dimakan setelah meminum kopi.
Tradisi penyajian kahwa sebagai bagian untuk menyambut tamu menjadi bagian dari tradisi berkelanjutan di negara-negara Teluk Persia, atau Teluk Arabia.
Kata “kopi” diperkirakan berakar dari nama lokasi asal kopi, yaitu daerah bernama Kaffa di Etiopia. Konsensus di antara para sejarawan cenderung menyimpulkan Etiopia sebagai asal asli tanaman kopi. Mereka juga bersepakat bahwa perkebunan-perkebunan kopi tertua di Yaman merupakan hasil ekspansi yang dilakukan oleh pedagang Arabia.
Potensi komersial dari biji-biji kopi Etiopia ini kemungkinan “ditemukan” para pedagang dari pesisir barat Semenanjung Arab, seperti para Hadramaut dari Yaman yang berlokasi tepat di seberang Etiopia. Daerah pelabuhan Muza (Mocha) di Yaman tercatat dalam dokumen romawi sebagai pelabuhan internasional besar. Sampai abad ke-17 pun masih menjadi pelabuhan utama distribusi kopi dari Yaman ke seluruh dunia.
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR