Nationalgeographic.co.id—Pekan-pekan terakhir bulan Juni ini kasus Covid-19 di Indonesia, terutama di DKI Jakarta melonjak tajam. Bahkan bulan lalu, varian delta Covid-19 yang pertama kali ditemukan di India, dilaporkan sudah terdeteksi di DKI Jakarta, Sumatra Selatan, dan Kalimantan Tengah.
Virus corona bisa memiliki varian karena dalam proses replikasi atau memperbanyak diri, mengalami mutasi. Mutasi terjadi karena penyalinan genetiknya mengalami kesalahan, dan bisa dipengaruhi cara bertahannya terhadap inangnya yang memiliki beragam gen.
Sebelumnya juga dilaporkan bahwa munculnya varian baru Covid-19 dapat menurunkan tingkat efikasi, sehingga berpengaruh pada efektif atau tidaknya vaksin.
Profesor Amin Subandrio dari LBM Eijkman memaparkan penurunannya bisa 10 hingga 20 persen. Meski demikian sampai saat ini belum ada temuan varian yang menyebabkan efikasi vaksin di bawah 50 persen, yang merupakan standar WHO, National Geographic Indonesia sebelumnya mengabarkan.
April lalu, CEO Pfizer Albert Bourla menyatakan bahwa pencegahan pagebluk "kemungkinan" akan membutuhkan dosis tambahan vaksin setelah 12 bulan mendapatkan vaksinasi penuh.
Bahkan ada kemungkinan bila masyarakat perlu divaksinasi setiap tahunnya, katanya dalam video yang direkam pada 1 April.
"Skenario yang mungkin adalah bahwa kemungkinan akan ada kebutuhan untuk dosis ketiga, antara enam dan 12 bulan dan kemudian dari sana, akan ada vaksinasi ulang tahunan, tapi semua itu perlu dikonfirmasi. Dan sekali lagi, varian akan memainkan peran kunci," ujarnya yang dilansir dari CNBC.
“Sangat penting untuk menekan kelompok masyarakat yang rentan terhadap virus,” kata Bourla.
Pihak Pfizer juga mengatakan bahwa vaksinnya efektif 91% dalam melindungi tubuh dari paparan virus corona, dan 95% efektif melawan penyakit parah hingga enam bulan setelah dosis kedua. Hasil serupa juga terjadi pada Vaksin Moderna yang menggunakan teknologi yang mirip dengan Pfizer.
Baca Juga: Data Twitter Bisa Bantu Prediksi Wilayah yang Akan Terdampak COVID-19
Sedangkan Vaksin Sinovac, salah satu vaksin yang dominan digunakan di Indonesia juga memang tidak 100% memberikan perlindungan, tetapi efektif mencegah kematian dan mengurang gejala infeksi.
Diambil dari CCTV, pihak Sinovac mengklaim bahwa vaksinnya efektif melawan varian Delta.
Terlepas dari klaim vaksin menghadapi varian-varian virus corona, pemerintah Cile saat ini mengkaji kembali untuk kebijakan dosis ketiga vaksin. Presiden Sebastian Pinera pada Selasa, (22/06/2021) para ahli kesehatananya sedang memeriksa "banyak studi ilmiah" untuk menangani hal itu.
Diketahui, Cile sangat bergantung pada vaksin Sinovac, dan melakukan kampanye vaksinasi tercepat di dunia. Mereka memberikan 16,8 juta dosis Sinovac, bersama 3,9 juta dosis vaksin PFizer/BioNTech, berdasarkan laporan Reuters.
"Kami pikir data akan menunjukkan bahwa orang yang divaksinasi pada Februari dan mendapat dosis kedua pada Maret kemungkinan akan membutuhkan dosis ketiga pada September," terang Pala Dauza, wakil menteri kesehatan Cile.
Di Indonesia, anjuran dosis ketiga masih belum ada pembahasan dan menunggu hasil rekomendasi dari WHO. Lantaran, belum ada penelitian yang memberikan hasil terkait hal tersebut.
Baca Juga: Penggunaan Ivermectin sebagai Obat COVID-19 Sedang Diuji oleh Oxford
Kendati demikian, penelitian terkait dosis ketiga vaksin pertama kali dilakukan oleh para peneliti dari Joh Hopkins University. Dalam makalah di Annals of Internal Medicine terbit Selasa, (15/06/2021), dosis ketiga vaksin Pfizer dapat meningkatkan perlindungan sistem kekebalan yang lemah bagi beberapa orang.
Namun, penelitian yang dilakukannya baru dilakukan kepada pasien yang menerima transplantasi organ. 30 partisipan itu telah divaksin dua kali, belum dilakukan uji coba kepada orang biasa.
Dorry L. Segev, salah satu anggota penelitian dilansir dari Science Magazine menyarankan sebaiknya mempertimbangkan dosis vaksin ketiga, terutama bagi pasien penerima transplantasi.
Meski pun nantinya ada yang bersemangat mengikuti uji klinis, sebaiknya berbicara terlebih dahulu dengan dokter terkait hal itu.
Baca Juga: Ilmuwan Temukan Lagi Data Hilang Misterius Terkait Asal Virus Corona
Source | : | Reuters,CNBC,cctv news,detik,Science Magazine |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR