Hal pertama yang ditemukan Athans di ruang seukuran lemari itu—belakangan disebut Makam 5—adalah kayu, kayu keras berwarna hitam yang sangat bagus yang dipotong-potong menjadi papan, rusuk, dan pasak. Aldenderfer dan Singh Lama akhirnya berhasil menyatukan semua potongan itu, membentuk kotak setinggi sekitar semeter: peti mati. Peti itu dirancang sedemikian rupa sehingga semua bagiannya muat dibawa melalui pintu masuk makam yang sempit, lalu dirakit di ruang utama.
Pada ekspedisi 2010 ke Samdzong, dalam dua gua terbesar di tebing itu, tim menemukan jasad 27 orang, terdiri atas pria, wanita, dan satu anak. Mereka juga menemukan peti mati sederhana berbentuk ranjang dalam kedua gua itu, tetapi terbuat dari kayu berkualitas rendah dan dibuat secara jauh lebih bersahaja, tanpa lukisan.
Makam 5, duga Aldenderfer, adalah kuburan orang terpandang, mungkin seorang pemimpin daerah. Ternyata makam itu berisi dua jenazah—seorang pria dewasa dan seorang anak, mungkin berusia sepuluh tahun. Sang anak menimbulkan banyak spekulasi. “Saya tidak ingin menggambarkan anak itu sebagai kurban atau budak karena saya benar-benar tidak punya gambaran,” kata Aldenderfer. “Akan tetapi, dengan adanya anak itu di sana memang menunjukkan tata cara permakaman yang kompleks.”
Ketika Eng, detektif tulang dalam tim itu, memeriksa jasad temuan secara lebih saksama, dia membuat penemuan mengejutkan: Tulang dari 76 persen jasad yang diperiksanya memiliki luka irisan pisau yang jelas. Tanda ini, kata Eng, jelas terbentuk setelah kematian. “Ini bukan korban kekerasan,” katanya. Tulang-tulang tersebut relatif utuh dan tidak memiliki tanda-tanda sengaja dirusak atau dibakar. “Semua bukti,” catat Eng, “menunjukkan bahwa tidak terjadi kanibalisme di sini.”
Semua tulang itu berasal dari abad ketiga hingga kedelapan—sebelum agama Buddha datang ke Mustang—tetapi kebiasaan membuang daging mungkin terkait praktik permakaman langit umat Buddha. Sampai hari ini, apabila warga Mustang meninggal, tubuhnya diiris kecil-kecil, termasuk tulangnya. Potongan tersebut dengan segera disambar oleh burung nasar.
!break!
Pada masa permakaman gua Samdzong, menurut hipotesis Aldenderfer, jenazah dibuang dagingnya tetapi tulangnya masih tersambung-sambung. Kerangka itu dimasukkan ke makam dan dilipat agar muat dalam peti kayu. “Setelah menyelesaikan hal itu,” kata Aldenderfer, “orang yang memakamkannya naik kembali.”
Sebelum keluar, para juru makam kuno itu memastikan mayat tersebut dihiasi secara megah untuk memasuki alam baka. Saat Athans meringkuk dalam Makam 5, mengaduk-aduk debu selama berjam-jam, ia menemukan perhiasan tersebut.
Sekumpulan manik—kain tempatnya menempel sudah lama berkecai—diraup Athans lalu dimasukkan dalam kantong plastik sampel. Singh Lama dengan susah payah mengurutkannya. Ada lebih dari seribu manik-manik, terbuat dari kaca, beberapa lebih kecil daripada biji wijen, dalam berbagai warna. Penelitian laboratorium kemudian menunjukkan bahwa manik-manik itu berasal dari berbagai tempat: sebagian dari wilayah Pakistan saat ini, sebagian dari India, beberapa dari Iran.
Tiga belati besi, dengan gagang lengkung nan anggun dan mata pisau yang berat, juga ditemukan. Kemudian cangkir bambu dengan pegangan melingkar nan indah. Gelang tembaga. Cermin perunggu kecil. Panci tembaga serta centong dan dudukan panci berkaki tiga dari besi. Potongan kain. Sepasang tanduk yak atau sapi. Belanga besar dari tembaga, cukup besar untuk menggulai seekor angsa. “Saya berani bertaruh itu belanga chang,” kata Aldenderfer, yang dimaksudnya arak barli khas daerah itu.
Akhirnya Athans menurunkan topeng permakaman. Topeng itu terbuat dari emas dan perak yang ditempa bersama, menampilkan raut muka yang dibuat dengan teknik relief timbul. Sekeliling matanya diberi warna merah, mulut sedikit cemberut, hidung lurus; sepertinya berjenggot. Di sekeliling tepinya berlubang. Mungkin topeng itu dijahit ke kain lalu disampirkan ke wajah jenazah. Manik-manik yang ditemukan sebelumnya ternyata bagian topeng itu.
Aldenderfer yang biasanya kalem dan serius tidak bisa menahan emosinya saat memegang topeng tersebut.
“Luar biasa,” ujarnya terkagum-kagum. “Keahlian pembuatannya, kekayaan yang dilambangkannya, warnanya, keindahannya—ini temuan terbaik di Mustang. Titik.”
Hampir semua benda dalam gua ini diimpor dari tempat lain. Bahkan kayu peti matinya pun didatangkan dari daerah tropis. Bagaimana mungkin seseorang dari tempat ini—yang sekarang begitu kekurangan sumber daya sehingga untuk mencari kayu bakar pun perlu waktu berjam-jam—dapat mengumpulkan kekayaan sebesar itu? Kemungkinan besar karena garam. Penguasaan perdagangan garam saat itu mungkin setara dengan memiliki pipa minyak di zaman sekarang.
Semua temuan gua ini, menyebabkan Aldenderfer kesulitan menempatkannya dalam konteks sejarah. “Ini unik,” katanya. “Spektakuler. Ini bakal merombak pengetahuan prasejarah daerah ini secara besar-besaran.”
!break!
Semua hasil temuan tim ditinggalkan kepada para tetua desa Samdzong. Athans, juga menyumbangkan uang pribadinya untuk mendirikan museum kecil. “Orang Mustang harus memiliki kebanggaan terhadap kekayaan sejarah mereka sendiri,” katanya. Hanya sedikit potongan sampel dan serpihan tulang yang dibawa oleh para ilmuwan.
Sampel ini akan diteliti di berbagai laboratorium—gigi di University of Oklahoma, logam di University College London. Cat akan diuraikan unsur-unsur kimianya, untuk mengetahui tumbuhan yang digunakan untuk membuatnya. Serpihan kayu, benang, bubuk email gigi; semuanya akan dianalisis secara saksama. Proses ini bisa memakan waktu satu dasawarsa.
Para ilmuwan memperkirakan Mustang Awal diperintah oleh para raja yang hebat. Begitu banyaknya gua yang terbuka dan entah berapa lagi jumlah makam tersembunyi, pasti ada mestika yang lebih berharga yang belum ditemukan. “Mungkin gua yang kami kunjungi berikutnya,” kata Aldenderfer. “Mungkin pula seratus gua lagi.”
Izin ekspedisi tim itu hampir berakhir; mereka harus bersiap menempuh perjalanan pulang yang panjang . Terpaksa mereka meninggalkannya. Di Mustang, tebing selalu akan menyimpan rahasia yang belum terungkap.
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR