Tampaknya mereka telah mengembangkan pertanian dan mulai meninggalkan peradaban berburu. “Padi, talas, dan umbi-umbian akan memberikan sisa-sisa makanan yang lebih melekat pada gigi," tulisnya, "dibandingkan yang terjadi pada para pemburu dan peramu.”
Bahkan, Harry menulis temuan seorang lelaki dewasa di gua itu menderita karies kronis pada mahkota gigi, akar gigi, hingga tembus ke bagian rahang bawahnya. “Kondisi penyakit seperti ini akan memberikan rasa sakit luar biasa pada si penderita.”
Saya berjongkok di salah satu kubur berpasangan. Rangka itu milik lelaki yang terbaring seraya berpelukan dengan rangka perempuan. Rahang si lelaki yang terbuka dengan gigi-geliginya yang tak utuh lagi seolah tertawa sembari mengisahkan kebahagiaannya yang abadi kepada kami.
“Kemesraan ini janganlah cepat berlalu...,” dendang Truman yang ternyata sudah berdiri di samping saya sembari menirukan sebaris lagu populer.
Malam tak berbulan kian menghilir di sebuah rumah panggung kayu beratap limasan tradisi Sumatra Selatan, April 2012. Deretan jendela bukaan sampingnya menghadap jalan raya Baturaja-Muaraenim. Permukiman ini sangat unik karena arsitekturnya seragam, termasuk posisi tangga masuk yang selalu di sisi timur.
“Supaya orang yang masuk rumah tidak mengganggu penghuni yang sedang salat—kiblat di barat,” kata seorang warga senior. “Namun,” ujarnya sambil menerawang, “kami tak sanggup membeli kayu lagi apabila rumah ini rusak.”
Selama dua minggu rumah milik seorang warga Padangbindu itu menjadi pondokan tim Truman.
Di sepanjang langkannya terhampar temuan yang beralas kertas koran: serpihan tembikar, alat-alat serpih obsidian, beliung persegi, peralatan tulang, hingga mata panah dari gigi rusa.
!break!
Sambil duduk bersila dengan menyandarkan badan pada sebuah tiang kayu di ruang tengah, Truman menjelaskan kepada timnya bahwa terdapat dua lapisan budaya dalam kubur-kubur di gua ini. Di bagian atas terdapat lapisan paleometalik dengan indikasi temuan benda-benda logam, sedangkan lapisan bawahnya merupakan warisan budaya neolitik dengan banyaknya temuan alat serpih.
“Budaya neolitik merupakan budaya para Penutur Austronesia,” ungkapnya. “Mereka adalah leluhur kita yang barangkali penghuni awal kawasan ini.”
Hingga kini istilah Austronesia jarang digunakan dalam kajian-kajian arkeologi di Indonesia. Para ahli arkeologi umumnya menggunakan istilah “budaya Neolitik” ketimbang “budaya prasejarah Austronesia”. Meskipun sejatinya istilah Austronesia lebih terkait dengan asal-usul penuturnya.
Istilah Austronesia pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli bahasa asal Austria kelahiran Jerman, Wilhelm Schmidt pada 1899. Menurutnya, di kawasan Asia daratan pernah meruak bahasa Austrik yang dalam perkembangannya terbelah menjadi dua: Bahasa Austroasiatik yang tersebar di Mon-Khmer di Indocina dan Munda di India Selatan; sementara lainnya adalah bahasa Austronesia yang tersebar di Indonesia dan Pasifik. Dalam pemaparan Schimdt, mungkin leluhur Penutur Austronesia berpangkal dari Vietnam.
Menurut Truman, pada paruh kedua masa Pleistosen Atas, sekitar 60.000 tahun silam, manusia beranatomi modern telah mengawali migrasi ke Indonesia. Mereka kelak menjadi leluhur ras Australo-Melanesia sebagai penghuni awal kawasan ini. Ras tersebut pendukung budaya Preneolitik, berteknologi alat-alat serpih dan sisa fauna buruan.
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR