Saat sedang membayangkan kelezatan makanan, kakak saya, Raditya Beken Wicaksana (27) menyenggol bahu.“Ayo!” kata dia, membuyarkan lamunan.
Di antara para peziarah, pedagang souvenir, dan warga yang berlalu-lalang, puluhan polisi dan tentara Israel berjaga-jaga. Mereka mengenakan pakaian dinas berwarna gelap, memakai sepatu bot kulit, dan mengenggam senjata laras panjang. Meski terlihat santai, telunjuk mereka siaga pada picu senapan. Bola mata awas memperhatikan gerak-gerik setiap orang yang melintas.
Tiba-tiba, ketakutan menyergap. Bagaimana kalau tiba-tiba perang terjadi di antara para peziarah yang tak saling mengenal ini? Bagaimana saya bisa menyelamatkan diri? Ke mana harus berlari menghindari tembakan peluru tentara? “Tenang saja... Mereka memang setiap hari di sini. Tidak akan ada perang,” kata Walid, seolah bisa membaca pikiran orang lain.
Di depan rombongan, ibu dan ayah berjalan pelan. Ibu mengenakan kaus dengan tiga lapis sweater. Di lehernya tersampir syal panjang berwarna hijau muda. Saat itu, bulan Desember, suhu udara di Yerusalem sekitar tiga derajat selsius. Seiring matahari turun, hawa dingin kian menyesakkan dada.Tulang belulang terasa ngilu dan beku. Inilah jalan itu, jalan penderitaan yang dilalui Yesus.
Menelusuri Jalan Penderitaan atau Via Dolorosa adalah puncak penghayatan akan iman, kasih, dan harapan saya. Napak tilas mulai dari pengadilan hingga penyaliban Yesus itu juga membuka tabir keberagaman masyarakat yang hidup di Tanah Terjanji, Yerusalem.
Seperti yang kita tahu, kota Yerusalem penting bagi tiga agama samawi: Yahudi, Kristen, dan Islam.Selama ribuan tahun, kota itu sudah puluhan kali dihancurkan, dikepung, diserang, dan dikuasai ulang.Meski tidak diakui dunia internasional, Yerusalem diklaim sebagai ibukota Israel. Oleh orang Palestina, kota itu juga dianggap sebagai ibu kota negara.
Sepanjang perjalanan menelusuri Via Dolorosa, saya berjumpa masyarakat yang berasal dari beragam latar belakang. Misalnya saja, saya bertemu belasan perempuan Islam. Mereka menjemur pakaian, berbelanja sayuran, dan menemani anak-anak bermain. Aktivitas keseharian kelompok Islam seolah tak terganggu dengan kegiatan rohani kelompok Kristen dan Yahudi. Umat Islam yang hidup di Yerusalem adalah orang Palestina yang sudah turun temurun tinggal di sana.
Saya juga bertemu sejumlah pria Yahudi. Mereka mengenakan pakaian tradisional berupa jubah dan celana panjang hitam, sepatu hitam, serta topi lebar berbulu.Walid menjelaskan, ada dua tipe orang Yahudi yang hidup di Israel. Sebagian adalah orang Yahudi Ortodoks (tradisional), sebagian lain Yahudi modern.
Yahudi Ortodoks hidup berdasarkan hukum taurat. Mereka mempercayai satu Tuhan yaitu “YHWH” yang artinya Yang Maha Esa. Keluarga Yahudi Ortodoks biasanya memiliki banyak anak dan tidak menikah dengan kelompok lain di luar kaumnya. Sedangkan Yahudi Modern biasanya lebih liberal, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, ilmu pengetahuan, dan penemuan-penemuan ilmiah.
Khalifah Umar lalu menyerahkan kunci gereja Makam Kudus kepada keluarga Muslim.“Karena kunci dipegang orang Muslim, jadi lebih aman. Tidak ada perang,” kata Walid, sambil terkekeh.
Perbedaan keduanya mudah terlihat dari penampilan fisik mereka.Yahudi Ortodoks biasanya mengenakan pakaian adat berupa jubah hitam dengan topi lebar.Semakin tebal dan lebar topi yang dikenakan, maka orang itu memiliki posisi penting di masyarakat.Yahudi modern, biasanya memakai baju biasa dengan kupluk (skullcap) kecil khas Yahudi.
Keberadaan orang-orang Kristen di Yerusalem tak kalah unik.Mereka berasal dari berbagai bangsa, mulai dari India, Filipina, Ethiopia, Koptik, dan Ortodoks Suriah.Meski berbeda-beda latar belakang, umat Kristen berbaur menjadi satu dalam perjalanan iman menuju Bukit Golgota.
Rombongan melewati jalan yang semakin menanjak ketika hari menjelang sore. Jalan itu memasuki pusat pasar yang berkelok-kelok.Di lokasi itu, Yesus sungguh kepayahan. Menurut tradisi, di sana Yesus jatuh untuk kedua kalinya. Di perhentian itu kini didirikan sebuah kapel kecil milik biarawan OFM.Di kapel itu, saya mengikuti misa yang dipimpin Romo Kornelis Dino Hardin.
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR