Karena aroma dan rasanya yang kuat, penggunaan andaliman sebagai bumbu masakan harus dengan takaran yang tepat. Jika terlalu banyak dapat merusak cita rasa masakan itu sendiri. Rempah ini biasanya hanya digunakan sedikit saja sebagai penyedap.
Bagi masyarakat Sumatra Utara, andaliman dikenal dengan ‘Merica Batak’ lantaran menjadi bumbu kunci pada masakan khas Batak Toba. Beberapa masakan khas Batak yang menggunakan andaliman sebagai penyedapnya, seperti arsik ikan mas (ikan mas rebus dengan bumbu kuning kaya rempah), naniura (sajian ikan mentah yang direndam dalam air jeruk purut dan rempah), saksang (gulai babi khas Batak), dan mi gomak.
Tak sekadar menyedapkan masakan, rempah yang termasuk dalam famili Rutaceae (keluarga jeruk-jerukan) ini juga kaya manfaat. Menukil dari laman Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, andaliman kaya kandungan minyak atsiri. Berdasarkan Teknik GC-MS, minyak atsiri andaliman menghasilkan 11 komponen, dengan 5 komponen utama adalah alfapinen, limonen, geraniol, sitronelal, dan geranil asetat.
Baca Juga: Kengerian Pelancong Perempuan Pertama di Batak pada Abad ke-19
Sedangkan dengan teknik kromatografi gas, senyawa yang berhasil diidentifikasi sebanyak 7 komponen, yaitu geranil asetat, sitronelal, geraniol, geranial, mirsen, linalool, dan limonen. Senyawa-senyawa terpen seperti geraniol, linalool, dan limonen yang banyak ditemukan dalam minyak atsiri andaliman, diketahui bersifat antioksidan. Senyawa ini mampu mencegah kerusakan oksidatif pada pangan, yang artinya dapat berfungsi sebagai pengawet pangan alami.
Andaliman telah lama digunakan masyarakat tradisional Sumatra Utara sebagai bumbu masakan khas Batak. Dengan rempah tersebut, masakan berbahan daging dan ikan mampu bertahan beberapa hari tanpa menimbulkan bau. Hal ini membuktikan bahwa penggunaan rempah-rempah sebagai pengawet alami tidak menimbulkan efek negatif pada kesehatan manusia.
Meski telah menjadi bagian tradisi kuliner Batak Toba, andaliman termasuk rempah yang masih sulit dibudidayakan. Ini karena bijinya yang sulit berkecambah. Sebagian petani mengandalkan bibit dari pohon andaliman liar untuk dibudidaya. Ada juga yang menggunakan metode setek untuk mengembangkan bibit andaliman.
Baca Juga: Temuan Ahli Antropologi di Balik Mantra Misterius dari Barus
Di pasaran, andaliman juga memiliki harga jual yang tinggi. Saat momen biasa, andaliman dijual sekitar Rp100 ribu per kilogram. Namun, menjelang momen upacara adat atau hari raya besar seperti Natal dan tahun baru, harganya bisa meroket hingga Rp200 ribu per kilogram. Sedangkan di pasar internasional, kita patut berbangga hati, sebab andaliman kian diminati beberapa negara di Eropa, salah satunya Jerman.
Berdasarkan laporan Kepala Balai Besar Karantina Pertanian Belawan, pada semester I 2021, andaliman dan sekam kopi masuk sebagai komoditas baru yang berhasil diekspor. Per Juni 2021, volume andaliman yang diekspor ke Jerman mencapai total 574 kilogram, dengan nilai ekonomis mencapai Rp432 juta.
Atas pencapaian ekspor andaliman di awal semester ini, Kepala Karantina Pertanian Belawan, Andi Yusmanto, mengungkapkan bahwa andaliman menjadi komoditi ekspor paling bagus. Ia berharap, rempah ini tidak sekadar menjadi tanaman pekarangan, tetapi dalam bentuk tanaman primer. Balai Karantina Pertanian Belawan menargetkan pengiriman andaliman dapat tumbuh tiga kali lipat pada akhir tahun.
Akankah ‘Merica Batak’ menjadi primadona ekspor di masa depan?
Baca Juga: Kemukus, Si Emas Hitam yang Nyaris Hilang di Jalur Rempah Nusantara
Source | : | Tribun Medan,Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan |
Penulis | : | Lastboy Tahara Sinaga |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR