Dia masih ingat bagaimana orang-orang di sekelilingnya berteriak, “Heil Hitler, Heil Hitler!” Jika Hitler tahu bahwa bocah yang ditatap dengan ramah itu adalah seorang Yahudi, Edgar yakin ia tidak akan pernah hidup sampai sekarang dan bisa mencerikan pengalamannya ini.
Semua mimpi buruk itu bermula pada 9-10 November 1938, ketika meletus peristiwa “Kristallnacht”, atau “Reichskristallnacht”—atau dalam bahasa Inggris disebut “Night of Broken Glass”. Itu adalah malam penyerangan brutal terhadap bangsa Yahudi di seluruh Jerman dan Austria.
Baca Juga: Tatkala Orang Indonesia Harus Prihatin Karena Hitler Kuasai Belanda
Nama itu mengacu pada gelombang pogrom (pembunuhan massal) anti-Yahudi yang terjadi di seluruh Jerman, Austria yang sudah dianeksasi, dan di daerah-daerah Sudetenland di Cekoslowakia (sekarang menjadi negara Rep. Ceska dan Slowakia) yang diduduki tentara Jerman.
Malam itu, 91 orang Yahudi dibunuh, puluhan ribu lebih ditangkap dan ribuan rumah orang Yahudi, kantor-kantor, dan sinagog hancur dibakar. Kekerasan itu terutama dipicu oleh pejabat Partai Nazi, anggota SA, dan Pemuda Hitler.
Baca Juga: Kristallnacht, Peristiwa Pembantaian Orang-orang Yahudi Pada 1938
Setelah peristiwa itu, para pejabat Jerman mengumumkan bahwa meletusnya Kristallnaght adalah reaksi spontan dari publik dalam menanggapi kematian Ernst vom Rath, seorang diplomat Nazi Jerman. Sebagai kepanjangan dari kekerasan itu, ayah Edgar, yang memiliki usaha penerbitan buku, dibawa ke kamp konsentrasi pertama Nazi di Dachau.
Sementara keluarganya takut bahwa ia tidak akan pernah kembali, ayah Edgar ternyata kembali setelah enam minggu. Dan Edgar percaya bahwa itu adalah cara Nazi menakut-nakuti orang Yahudi supaya meninggalkan Jerman.
Baca Juga: Simbol Swastika Pada Bendera Nazi, Bagaimana Sejarah dan Artinya?
Pada 1939, Edgar dikirim sendiri ke Inggris, di mana dia akan membuat kehidupan baru, memulai karir dan keluarga. Dia mencoba untuk melupakan mimpi buruk masa lalunya. Namun, masa lalu itu ternyata datang kembali ketika dia memutuskan, pada usia delapan puluh delapan, untuk menceritakan kisah masa kecilnya yang terkubur dan tetangganya yang terkenal.
Belakangan Edgar telah menjadi seorang profesor sejarah yang disegani. Ia juga telah menulis sebuah memoar dari pengalamannya, dengan judul I Was Hitler’s Neighbor, yang diterbitkan di Inggris.
Baca Juga: Studi: Ada 15 Ribu Yahudi yang Dibunuh Per Harinya Saat Holocaust
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR