Nationalgeographic.co.id—Burung liar jenis honeyguide atau pemandu madu di Afrika, tepatnya di utara Mozambik, rupanya dapat menjadi bantuan berharga bagi manusia dalam mencari madu lebah.
Selain itu, burung ini menjadi bukti bahwa hewan liar mampu berkomunikasi dengan manusia. Baru-baru ini, sebuah penelitian telah membuktikannya.
Burung jenis honeyguide ini mendengarkan ketika manusia mengeluarkan suara tertentu dan mereka dapat mengerti. Mereka menyadari bahwa ketika seseorang mengeluarkan suara getaran tertentu, mereka akan bergerak dan ingin mencari sarang lebah yang berisi madu.
Hal ini pula yang dimanfaatkan oleh para pemburu lebah di Mozambik.
“Komunikasi antara binatang peliharaan dengan manusia sudah diketahui banyak orang, tetapi hal yang mengejutkan di sini adalah bahwa hewan liar seperti burung honeyguide menggambarkan sebuah hubungan antara binatang liar dengan manusia,” kata Caludia Wascher, ahli biologi dari Anglia Ruskin University di Britania Raya.
“Hal ini belum pernah dapat dideskripsikan secara ilmiah,” imbuhnya seperti dikutip National Geographic.
Hubungan yang unik antara burung honeyguide dan manusia muncul dari kelebihan dan kekurangan kedua belah pihak. Burunghoneyguide unggul dalam melacak sarang lebah. Namun, ketika akan mengambil madunya, burung itu bisa tersengat lebah dan mati.
Manusia bisa menebang pohon dan juga mengasap sarang untuk mengusir lebah.
"Tetapi, manusia tidak terlalu bagus dalam mencari sarang lebah,” kata ketua penelitian Calire Spottoswoode, yang juga ahli biologi lapangan di University of Cambrige, Inggris dan University of Cape Town, Afrika Selatan.
Baca Juga: Penangkaran Hewan Liar Sudah Dilakukan Semenjak Zaman Mesir Kuno
Jadi, tugas burung honeyguide adalah terbang dari pohon ke pohon, memanggil dan menuntun manusia hingga mencapai sarang lebah yang penuh dengan madu. Tugas manusia atau para pemburu madu adalah mengambil madu itu.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan di Tanzania dan Kenya menunjukkan bahwa manusia mendapatkan madu lebih banyak dengan bantuan burung honeyguide. Akan tetapi, untuk penelitian terbaru, Spottiswoode dan tim penelitinya ingin mencari tahu apakah komunikasi itu berjalan dua arah.
Mereka merekrut pemburu madu dari suku Yao yang tinggal di Niassa National Reserve di Mozambik. Orang-orang Yao bekerja sebagai pemancing dan petani, namun mereka hanya mendapat sedikit uang dari pekerjaan itu sehingga madu menjadi sumber mata penting untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Baca Juga: Ada 50 Miliar Burung Liar di Bumi, tapi Empat Spesies Ini Mendominasi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang-orang Yao membuat sebuah suara khas yang mereka pelajari dari nenek moyang mereka. Suara itu, seperti dideskripsikan oleh Spottiswoode, berbunyi “brrrr-hm”.
Selama mengikuti tuntunan burung honeyguide, para pemburu madu itu terus mengeluarkan suara itu untuk membuat burung semakin bersemangat dalam menuntun jalan mereka dalam mencari sarang lebah. Suara itu sendiri tidak pernah digunakan oleh orang-orang Yao selain untuk mencari madu.
Burung honeyguide juga tiga kali lebih banyak membantu untuk menuntun jalan para pemburu madu ke sarang lebah ketika mendengar suara “brrrr-hm” secara berkelanjutan daripada ketika mendengar suara lain dalam proses eksperimen tersebut.
Baca Juga: Spesies Baru Burung Berrypecker Ditemukan di Kaimana, Papua Barat
“Eksperimen itu menunjukkan bahwa terdapat komunikasi antara manusia dan hewan yang hidup bebas. Hewan liar itu mengerti,” kata Spottiswoode.
Spottiswoode juga mengungkapkan bahwa burung jenis honeyguide kemungkinan besar lahir dengan kecenderungan untuk menuntun yang lain ke madu, tetapi mereka harus belajar menginterpretasikan sinyal-sinyal atau suara yang digunakan oleh orang-orang lokal.
“Studi baru ini merupakan sebuah verifikasi penting dalam kerjasama antara burung dengan manusia,” ujar Brian Wood, seorang antropolog di Yale University, yang tidak terlibat dalam penelitian itu.
Baca Juga: Dua Juta Tahun Lalu, Manusia Makan Burung Raksasa Seberat 453 Kilogram
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR