Tumpahan minyak di Teluk Meksiko dari kilang minyak milik British Petroleum (BP) merupakan bencana terbesar yang pernah terjadi di industri perminyakan. Bencana tersebut menghadirkan dampak yang teramat parah bagi lingkungan dan populasi hewan yang tinggal di kawasan tersebut. Tetapi, jika Anda mengira bahwa burung-burung laut, penyu, dan ikan laut merupakan spesies yang paling mengalami penderitaan, Anda salah.
Dari sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh peneliti asal Molette Biology Laboratory for Environmental and Climate Change Studies, Auburn University, Alabama, Amerika Serikat, meski selama beberapa bulan setelah pantai tersebut tampak sudah bersih, karena telah dikuras menggunakan bahan kimia, ternyata British Petroleum juga telah menghadirkan penghancuran massal terhadap populasi spesies makhluk-makhluk berukuran mikroskopik yang tinggal di pasir pantai.
Ken Halanych, profesor ilmu Biologi dari universitas tersebut yang mengetuai penelitian memaparkan, komunitas organisme mikro yang tinggal di lapisan sedimen dan di antara butiran-butiran pasir, mengalami perubahan dramatis setelah bencana yang diawali pada 20 April 2010 itu terjadi.
Padahal, dalam laporannya yang dipublikasikan di jurnal PLoS ONE, Halanych menyatakan, komunitas spesies mikroskopis ini sangat penting. Karena berada di dasar rantai makanan sekaligus bertugas menghantarkan aliran energi dan nutrien antara air dan sedimen.
Umumnya, komunitas spesies ini terdiri dari berbagai organisme mikro termasuk berbagai macam bakteri, nematoda, copepoda, dan protis. Namun, dari beberapa sampel yang diambil pada September 2010, diketahui bahwa komunitas mikro organisme yang tinggal di sana telah didominasi oleh jamur, yang seringkali menandakan bahwa telah terjadi dekomposisi, serta menunjukkan penurunan diversifikasi organisme.
Secara spesifik, Halanych menjelaskan, spesies jamur yang didapati diketahui berkaitan dengan hidrokarbon. Artinya, tumpahan minyak telah memberikan dampak yang jauh lebih signifikan dibandingkan dengan efek yang terlihat oleh mata telanjang.
“Meski lingkungan di sana tampak sudah kembali normal, namun dari data yang kami dapat, terbukti bahwa banyak dampak dari tumpahan minyak itu tersembunyi dari pandangan mata,” kata Halanych. “Padahal, gangguan kecil terhadap lingkungan, ataupun terhadap rantai makanan umumnya bisa memberikan efek yang tak terduga, hingga jauh setelah bencana terjadi,” ucapnya.
Holly Bik, peneliti lain yang terlibat dalam studi tersebut menyebutkan, faktor yang sangat mengenyakkan adalah bahwa kita tidak akan mengira bahwa bencana telah terjadi di sana. “Sebagian besar daerah yang kami jadikan sampel tampak seperti pantai normal,” ucapnya. “Tetapi saat kami analisa data genomiknya, tampak jelas bahwa seluruh spesies biologis tersebut terkena imbas dari bencana besar,” ucap Bik.
Kini, tim peneliti akan melanjutkan riset di situs-situs tersebut untuk mengetahui apakah ada potensi dampak ekologis dari hidrokarbon dalam jangka waktu yang lebih panjang.
Penulis | : | |
Editor | : | Deliusno |
KOMENTAR