Kemitraan antara publik dan swasta merupakan strategi kunci memaksimalkan sumber daya mengelola pusaka budaya yang dimiliki suatu negara. Kemitraan tidak hanya berfungsi untuk memugar cagar budaya, melainkan menghidupkan kota-kota pusaka baik secara ekonomi maupun budaya.
Selama ini, keterlibatan kedua sektor tersebut dinilai belum maksimal. Sektor swasta belum paham bagaimana mengelola warisan budaya dengan layak. Begitu pula dengan sektor publik yang belum paham tentang arti penting warisan budaya untuk kesejahteraan mereka.
Demikian ditegaskan Direktur Asia-Erope Foundation Sabina Santarossa jelang The Fourth Meeting of The ASEM Culture Minister pada September mendatang di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Pertemuan ini akan memadukan pakar budaya dari 11 negara Asia-Eropa. Dengan agenda utama mengajak masyarakat dan swasta untuk menyelamatkan dan memberdayakan heritage, baik yang berwujud maupun tidak. "Dengan forum ini, kami akan bertukar wawasan mengenai pengelolaan heritage di berbagai negara di Asia-Eropa," kata Sabrina di acara Managing Heritage Cities in Asia Eropa: the Role of Public-Private Partnerships Experts di DIY, Kamis (12/7).
Ditambahkannnya, forum ini akan menjadi sumbangan penting bagi negara-negara Asia Eropa agar dapat menjaga dan menjadikan warisan budaya untuk kepentingan bersama. Warisan budaya, tegas Sabrina, adalah kebutuhan bagi warga negara, ekonomi, komunitas lokal, serta lingkungan.
Direktur Kerjasama Intra Kawasan Amerika-Eropa Kementrian Luar Negeri RI Des Alwi menyatakan, pengelolaan warisan budaya di Indonesia diharapkan dapat menunjang sektor pariwisata. Ia mencontohkan, di Eropa, banyak warisan budaya yang bisa dijadikan kunjungan pariwisata. Bahkan pengunjungnya pun melebihi jumlah penduduk.
“Di Indonesia, banyak warisan budaya yang belum dikelola karena tidak diketahui oleh publik dan swasta. Selama ini, hanya Bali yang sudah dikenal," kata Des Alwi.
The Fourth Meeting of The ASEM Culture Minister diharapkan bisa membantu pengelolaan warisan budaya. Agar bisa meningkatkan posisi Indonesia sebagai negara yang kaya akan kandungannya.
Des Alwi pun sepakat untuk melibatkan sektor publik dan swasta dalam pengelolaan warisan budaya. Selama ini, pengelolaannya banyak terfokus pada pemerintah saja. Padahal, sinergi ketiga sektor tersebut semakin memantapkan pengelolaan warisan budaya di Tanah Air.
Penulis | : | |
Editor | : | Bambang Priyo Jatmiko |
KOMENTAR