Dari Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Indonesia menggelar uji coba ekspor produk kayu legal yang disertai Dokumen V-Legal ke Uni Eropa, Selasa (23/10). Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi meresmikan uji coba itu di kawasan PT Kayu Lapis Indonesia.
Dokumen V-Legal menjadi bukti legalitas kayu yang menggantikan endorsement Badan Revitalisasi Industri Kehutanan (BRIK). Kewajiban menyertakan Dokumen itu diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 64 Tahun 2012, yang baru ditandatangani 22 Oktober 2012.
Untuk mendapatkan Dokumen V-Legal, pengusahaan hutan dan industri perkayuan wajib mengantongi sertifikat verifikasi legalitas kayu. “Dalam peraturan baru itu disebutkan 26 dari 40 pos tarif produk berbasis kayu wajib besertifikatverifikasi legalitas kayu per 1 Januari 2013. Sisanya, 14 pos tarif wajib besertifikat per 1 Januari 2014,” jelas Bayu.
14 pos tarif itu menyangkut industri kerajinan rumah tangga, UKM, dan kerajinan rakyat, seperti kerajinan gantungan kunci. “Itu kami melihat belum mampu mendapatkan sertifikat legalitas kayu. Jadi, kami beri waktu setahun untuk mengurus sertifikat. Kementerian Kehutanan juga akan membantu dan mendampingi industri kecil,” urai Bayu.
Hal itu berbeda dengan 26 pos tarif yang berupa produk kayu dari industri besar, seperti PT Kayu Lapis Indonesia, yang bisa meraih sertifikat legalitas kayu (SLK).
Ujicoba pengapalan ke Belgia dan Belanda ini menyusul peresmian sistem informasi legalitas kayu (SILK) pada 1 Agustus lalu. Dengan ujicoba ekspor ini, diharapkan dapat dilakukan review SILK, yang lantas disempurnakan. “Agar ekspor produk kayu legal bisa berjalan lancar saat berlaku resmi 1 Januari 2013,” terang Bayu.
Jika tak ada halangan, Uni Eropa akan memberlakukan Peraturan Kayu (Timber Regulation) pada Maret 2013. Pada saat itu, semua produk kayu yang masuk ke Uni Eropa mesti terjamin legalitasnya.
“Uji coba ekspor ini sekaligus menunjukkan kesiapan Indonesia memasok produk kayu legal ke pasar-pasar kayu dunia," katanya. Bayu menambahkan dari ujicoba ini, diharapkan faktor-faktor yang mempengaruhi perjalanan produk kayu besertifikat VLK dapat dimonitor.
Selama Oktober – September 2012, ujicobaakan dilangsungkan di empat pelabuhan utama: Belawan, Medan; Tanjung Priok, Jakarta; Tanjung Emas, Semarang; dan Tanjung Perak, Surabaya. Tujuan ekspor mencakup negara Uni Eropa seperti Denmark, Jerman, Italia, Inggris, Belanda, Perancis, Belgia, Siprus, dan Yunani.
Uji coba dilakukan 17 eksportir produk kayu yang telah besertifikat kayu legal, yang sekaligus menjadi pionir ekspor kayu dengan Dokumen V-Legal. Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Kementerian Kehutanan, Bambang Hendroyono menyatakan, dalam rangka memperbaiki tata kelola kehutanan, pemerintah telah menetapkan SVLK sesuai Permenhut Nomor P.38/2009 juncto Nomor P.68/2011.
"SVLK adalah inisiatif dan komitmen Pemerintah Indonesia, bukan intervensi dari negara lain," kata Bambang.
Uni Eropa telah mengakui SVLK saat pemarafan Kesepakatan Kemitraan Sukarela (Voluntary Partnership Agreement/VPA) pada 4 Mei 2011. Ujicoba pengapalan ini makin mendekatkan Indonesia dan Uni Eropa untuk menandatangani VPA yang bakal diteken pada Februari 2013.
Sejak itulah, Dokumen V-Legal menjadi lisensi produk kayulegal Indonesia bisa masuk Uni Eropa. Hasil negosiasi VPA yang panjang kedua negara sejak 2007 akan memasuki babak baru dengan terbukanya gerbang Uni Eropa bagi kayu legal Indonesia.
Julian Wilson, Duta Besar Uni Eropa, menyatakan Indonesia tengah berupaya melakukan rebranding perdagangan kayunya. Jika SVLK berjalan lancar, Uni Eropa berkomitmen untuk membeli produk kayu Indonesia. “Ini bukan tentang Uni Eropa. Ini adalah rebranding yang dilakukan oleh Indonesia sendiri,” ujar Wilson.
“Kayu-kayu yang ada di hutan adalah milik kita. Kita marah kalau kayu itu dicuri. SVLK bukan karena tekanan Uni Eropa. Ini adalah karena kepentingan kita sendiri,” tutur Bayu menggelora.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR